Durasi Baca: 4-5 Menit
“Aw, lulus sarjana nanti mending kerja dulu atau S2 dulu, ya? Apa bisnis aja?”
“Gua mau bisnis tapi bingung, bisnis apa. Lu ada saran gak, Aw?”
“Aku butuh pemasukan tambahan nih. Baiknya, kerja sampingan apa ya?”
“Gimana mau nabung? Buat kebutuhan sehari-hari saja pas-pasan, Bro!”
“Kak, gimana sih caranya nabung saham?”
Gimana? Tentu teman-teman tidak asing mendengar pertanyaan di atas, bukan? Atau bahkan, seringkali diri sendiri yang malah merasakannya? Hayo, Ngaku! Hehehe. Kiranya, itulah sedikit banyak percakapan yang menjadi trending pada masa-masa ‘quarter life crisis’ di kalangan anak muda seumuran saya ini. Terbayang-bayang seperti apa gambaran masa depan mereka. Terlebih dengan kekhawatiran akan kondisi keuangannya.
Ditambah lagi, hari ini arus informasi begitu deras disebabkan kemajuan industri teknologi yang semakin pesat. Saya tanya, di zaman now ini apa sih yang gak berbau digital? Belanja kebutuhan bisa melalui online shop. Beli tiket perjalanan hanya tinggal booking melalui aplikasi. Baca berita? Kini sudah semakin banyak media cetak yang menyediakan fasilitas e-paper bagi pelanggannya. Mencari informasi kian lebih mudah dibantu dengan adanya internet sekarang ini, termasuk informasi seputar literasi keuangan.
Nah, lebih kurang setahun #MoneySmartMenginspirasi, memberikan warna dan alternatif baru dalam halnya memberikan pencerdasan kepada generasi muda khususnya milenial dalam mengelola keuangan dengan bijak. Berdiri sebagai bisnis media online di Indonesia, Money Smart diharapakan dapat menjadi pedoman maupun pencerahan bagi anak muda dalam menyikapi literasi keuangan.
Cara mengakses Money Smart mudah sekali! Kita hanya tinggal mengaksesnya di alamat https://www.moneysmart.id/ pada android atau gadget kesayangan kita. Gak boros kuota, kok! Setelah itu, terdapat ragam pilihan menu yang bisa kita eksplorasi. Gak usah khawatir, semua tulisannya dijamin menginspirasi. Favorit saya sendiri sejauh ini adalah menu Earn Money dan Smart Money. Selain banyak rekomendasi untuk mendapatkan active income, dibagikan pula bagaimana agar kita menghasilkan passive income melalui investasi seperti yang belakangan sedang saya coba lakukan.
Pertengahan Juli 2018 lalu, saya membulatkan tekad untuk membuat rekening investasi saham syariah di salah satu sekuritas kenamaan Jakarta. Bukan tanpa tujuan, investasi di sini dilakukan sebagai bentuk upaya mempersiapkan keuangan masa depan sedini mungkin. Namun, jika investasi ini tidak disertai dengan pemahaman yang matang, saham syariah pun bisa membuatmu rugi. Oleh karena itu, keinginan belajar saya ditambah lagi dengan membaca atau memperhatikan berita terkait perusahaan tercatat di bursa, mengikuti forum-forum diskusi baik secara offline maupun online, hingga membaca platform Money Smart ini.
Misalnya saja salah satu tulisan yang berjudul ‘Dijamin Paham, Ini 6 Cara Bermain Saham yang Pas Buat Investor Pemula.’ Lebih jelasnya, teman-teman bisa temukan di menu Smart Money, lalu pilih sub-menu Investasi. Sedikit banyak, tulisan ini memberikan tips sederhana namun aplikatif untuk diterapkan. Di antaranya sebagai berikut, (1) Pilih sekuritas dengan biaya transaksi kecil, (2) Jangan pelit tapi jangan kebablasan juga, (3) Pilih saham di indeks LQ45 atau IDX30, (4) Beli saham consumer goods, (5) Kalau rugi, lakukan averaging down, dan (6) Tips investasi saham jangka pendek dan jangka panjang.
Berkat memiliki panduan asyik berinvestasi dan bisa diakses dalam genggaman, secara tidak langsung saya jadi semakin termotivasi untuk menerapkan sedikit banyak ilmu soal literasi keuangan. Misal, saya jadi lebih memilih menunda pembelian sebuah barang jika itu hanya untuk memenuhi kepuasan konsumtif saja, saya jadi ingat untuk investasi buat masa depan, saya jadi ingat agar uang harus dikelola sebaik mungkin, dan seterusnya. Tapi, rasanya masih kurang kalau hanya baca-baca di website Money Smart doang deh. Biar gak ketinggalan info lainnya, bisa juga teman-teman like fanpage Facebook-nya, follow akun Twitter-nya, dan follow juga akun Instagram dari Money Smart. Saya sampai bolak-balik stalkingnya, siapa suruh kontennya edukatif dan inspiratif! Banyak banget tips yang bermanfaat dan disampaikan dengan bahasa yang mudah dipahami tentunya.
So, saya setuju banget jika disebutkan bahwa Money Smart merupakan media online inspiratif guna mendukung hari esok yang lebih sejahtera. Melalui media online ini, kita berkesempatan menggali informasi sebanyak-banyaknya dari mereka-mereka yang bergelut di dunia keuangan. Bahkan tidak sedikit penulisnya merupakan pakar keuangan. Teman-teman yang punya gadget, jangan sampai ketinggalan untuk baca dan ikuti terus informasi dari Money Smart. Memang benar-benar, smart! Waaah, senang sekali teknologi digital semakin memudahkan kita dalam berbagai hal. Yuk, dimanfaatkan sebaik mungkin, ya! Gak bakal nyesel, deh! :)
-o-0-o-
“Tulisan ini diikutsertakan dalam Lomba Blog #MoneySmartMenginspirasi yang diselenggarakan oleh Money Smart”


Durasi Baca: 5-7 Menit 
 “Sebaik-baik manusia di antaramu adalah yang paling banyak memberi manfaat bagi orang lain.” HR. Bukhari Muslim.
   Sepenggal hadits tersebut selalu menghidupkan hati dan menjadi peringatan bagi saya bahwa derajat kemuliaan seseorang bisa dilihat dari sejauh mana dirinya bermanfaat bagi manusia lainnya. Pada hakikatnya, hidup adalah tentang memberi sebanyak-banyaknya, bukan untuk menerima sebanyak-banyaknya. Semakin banyak memberi, semakin banyak kita menerima. Giving is rich and making rich. The more you give, the much more you receive. Sungguh beruntung, mereka yang dikaruniakan oleh Allah SWT dengan kelebihan, dan kelebihannya itu dimanfaatkan dengan baik untuk menolong orang sebanyak-banyaknya.
Ya, tolong menolong sudah menjadi bagian yang lekat dengan ajaran Islam, karena memang kodrat manusia sebagai makhluk sosial yang tak bisa lepas dari bantuan orang lainnya. Menolong orang lain adalah berbicara tentang investasi untuk menolong diri kita sendiri suatu saat nanti. Bukan, bukan maksud saya untuk mengajarkan berharap pamrih atas kebaikan yang telah kita lakukan. Namun, sudah menjadi janji-Nya bahwa perbuatan yang kita lakukan baik ataupun buruk, nantinya akan kembali lagi pada diri kita masing-masing.
“Jika kamu berbuat baik (berarti) kamu berbuat baik untuk dirimu sendiri dan jika kamu berbuat jahat maka kejahatan itu juga untuk dirimu sendiri.” (QS. Al-Isra [17]:7)
Jadi, jangan pernah berpikir kalau sedekah itu rugi lantaran uang kita berkurang. Justru dengan bersedekah, rezeki kita ‘pasti’ akan kembali dalam berbagai bentuk, bahkan bisa jadi lebih banyak. Sebagaimana sabda Rasulullah SAW, “Tidak akan berkurang rezeki orang yang bersedekah, kecuali bertambah, bertambah, dan terus bertambah.”
 Barangsiapa berbuat kebaikan mendapat balasan sepuluh kali lipat amalnya. Dan barangsiapa berbuat kejahatan dibalas seimbang dengan kejahatannya. Mereka sedikit pun tidak dirugikan.” (QS. Al-An’am [6]:160) 
“Perumpamaan orang-orang yang menafkahkan hartanya di jalan Allah (bersedekah) adalah serupa dengan sebutir benih yang menumbuhkan tujuh bulir, pada tiap-tiap bulir seratus biji, Allah melipatgandakan (ganjaran).” (QS. Al-Baqarah [2]:261)
Memang benar, memberikan akan mengurangi sesuatu yang kita miliki. Sebab, kita terbiasa dengan perhitungan matematika konvensional. Kalau nasihat guru saya, sedekah itu hitungannya pakai matematika sedekah. Bedanya? Jelas beda.
Kalau hitungannya matematika konvensional, ketika punya uang 50 ribu lalu disedekahkan 25 ribu, maka uang kita menyisakan 25 ribu. Lain halnya kalau pakai hitungan matematika sedekah, 25 ribu yang kita sedekahkan tadi setidaknya berlipat ganda (minimal) 10 kali lipat menjadi 250 ribu. Jadi, uang kita sekarang bukan lagi 25 ribu lagi, melainkan 25 ribu + 250 ribu = 275 ribu! Ini baru minimal, maksimalnya? Tak terbatas, Bro!
Namun, jangan kecewa juga jikalau sudah sedekah tapi tak kunjung terasa hasilnya. Ada hal lain yang perlu disikapi dengan lebih bijak, bahwasanya balasan sedekah tidak melulu materi atau uang lagi. Bisa jadi Allah SWT menggantinya dengan nikmat kesehatan, kelimpahan prestasi dan karir, keberkahan umur, kebahagiaan keluarga, hingga kelapangan hati yang semua itu tidak bisa dibeli oleh uang.
Kebaikan itu Menular
“Sekecil apapun sebuah kontribusi, kebaikan tetaplah kebaikan.”
Sekiranya, semangat ini yang coba kami (saya dan rekan-rekan seperjuangan) bawa ketika masa kampanye pemilihan Ketua dan Wakil Ketua BEM, Oktober 2018 silam. Karena sekecil apapun kebaikan itu, kami yakini bisa jadi hal tersebut yang kemudian menuntun orang lain melakukan hal serupa atau bahkan lebih besar.
Dalam setiap proses kampanye, saya dengan senang hati selalu menyampaikan, “Jika ada kebaikan yang kami sampaikan, tolong jangan sampai kebaikan itu berhenti hanya pada diri teman-teman. Kami yakin, jika memang ada satu kebaikan. Maka kebaikan itulah yang akan menular ke sepuluh kebaikan lainnya, lalu semakin banyak lagi lima puluh, bukan tidak mungkin sampai seratus orang yang merasakan efek kebaikan tersebut.”
Hingga, pada satu waktu seorang adik tingkat yang tengah mencalonkan diri juga sebagai Ketua BEM di tingkat fakultas mengajak berbincang. Kami membuat janji temu di salah satu tempat makan. Bakso pilihan kami saat itu. Lebih kurang dua jam berbincang, membicarakan banyak hal seputar pikir taktis, langkah strategis, hingga utamanya keorganisasian.
Akhirnya, kami memutuskan untuk membayar terlebih dahulu. Namun, ketika saya hendak membayar ternyata sudah lebih dulu dibayarkan oleh adik tingkat saya itu. “Gapapa, Kang. Kata akang kebaikan itu menular, Kan? Nah, paling tularkan aja ke teman dari Solo yang mau akang temuin habis ini.” katanya bulat. Tanpa panjang lebar, saya laksanakan amanah adik tingkat saya itu untuk membayari kawan saya makan.
Malamnya, setelah bertemu adik tingkat serta kawan dari Solo, pergilah saya pada malam keakraban terakhir daripada kepengurusan BEM di fakultas saya, pertanian. Sampai pada sesi yang mempersilakan saya berbicara. Saya ceritakan kepada mereka yang hadir, kisah kebaikan yang saya alami ketika sore harinya. Saya pesankan kepada mereka dengan ajakan yang sama, tularkan kebaikan.
Singkat cerita, berselang lima bulan dari kejadian tersebut, saya diundang menjadi salah satu pembicara di sebuah kegiatan yang mana ketua pelaksananya adalah salah satu anggota saya di BEM dulu. Ketika sesi diskusi tiba, bukan bertanya dia malah bercerita bahwa setelah mentraktir temannya makan es krim, kebaikan itu lantas ditularkan si temannya untuk mentraktir temannya yang lain lagi. Di situ saya merasa terharu. Sungguh terenyuh. Sepintas terdengar sederhana, tapi bagi saya luar biasa dampak daripada kebaikan yang menular itu.
Jadi benar, kebaikan itu menular, maka tularkan. Hingga akhirnya membentuk sebuah rantai kebaikan, lebih jauh lagi menjadi investasi yang berlipatganda nilai kebaikannya. Mari kita sebut itu investasi kebaikan. Mari berinvestasi, selamat menularkan kebaikan!
Kemudahan Berbagi Kebaikan
Pada dewasa ini, mungkin kita sudah tidak asing dengan iklim yang saling berlomba-lomba dalam hal kebaikan. Terlepas untuk dirinya sendiri, maupun untuk orang lain. Nah, berikut ini tiga tips mudah yang bisa kita lakukan ketika hendak memulai suatu kebaikan. Apa saja? Check this out!
1.      Tanamkan Niat dan Empati
Hal ini bisa kita mulai dari langkah sederhana, namun berimbas begitu besar. Iya, Niat. Sesederhana niat yang selalu harus diperbaiki tiap harinya. Dalam hal berbagi kebaikan ataupun sedekah, pastikan niat kita juga lurus karena-Nya. Dengan begitu, secara tidak langsung kita sudah turut melatih menanamkan rasa empati kepada orang-orang sekitar yang membutuhkan bantuan kita.
Doc. Dompet Dhuafa
2.      Sedekahkan Sebagian Uang
Sebagaimana yang sudah dituliskan sebelumnya, bahwasanya dengan bersedekah atau berbagi tidak lantas mengurangi apa yang kita miliki melainkan membuatnya malah bertambah. Begitupun harta yang kita miliki. Mengutip apa yang pernah dikatakan Soe Hok Gie, “Kita yang merasakan pendidikan tinggi adalah segelintir orang yang beruntung. Mereka di luar sana yang tak bisa merasakan adalah tanggung jawab kita.” Artinya, apa yang kita miliki saat ini ada hak orang lain juga, yaitu mereka yang kurang mampu.
Di era teknologi yang berkembang semakin pesat ini. Sangat memungkinkan memberikan berbagai kemudahan dalam berbagi kebaikan. Termasuk kemudahan dalam bersedekah yang tak mengharuskan kita beranjak ke luar rumah. Kita mengenalnya dengan donasi online.
Doc. Dompet Dhuafa
Kabar baiknya, kemudahan donasi tersebut difasilitasi oleh Dompet Dhuafa. Sebuah lembaga filantropi islam yang sumber dananya dari zakat, infak, sedekah, dan wakaf (ZISWAF) serta dana halal lainnya. Kabar baiknya lagi, saya merupakan salah satu dari sekian banyak orang yang menjadi Penerima Manfaat dari program Dompet Dhuafa, yaitu Bakti Nusa atau Beasiswa Aktivis Nusantara di bawah naungan Dompet Dhuafa Pendidikan. Alhamdulillah, begitu banyak manfaat yang bisa saya rasakan dan dapatkan dari program tersebut. Semoga Allah merahmati orang-orang yang berjuang keras di dalamnya. Aamiin.
Sejak kali pertama didirikan, Dompet Dhuafa berkomitmen untuk mengentaskan kemiskinan dan upaya membangun bangsa Indonesia untuk lebih maju dengan berkhidmat pada kegiatan filantropis (kemanusiaan) dalam memberdayakan kaum dhuafa.
Bagi teman-teman yang ingin ikut serta dalam misi kebaikan tersebut, Dompet Dhuafa telah menyediakan berbagai pilihan layanan untuk menyalurkan donasi melalui: (1) Kanal Donasi Online (2) Transfer Bank (3) Counter (4) Care Visit (Meninjau Langsung Lokasi Program) (5) Tanya Jawab Zakat (6) Edukasi Zakat, dan (7) Laporan Donasi.

Dok. Pribadi
3.      Berbagi Ilmu atau Saran
Terakhir, bukan berarti paling sedikit nilai kebaikannya. Bisa jadi ini akan menjadi sebuah ladang amal yang luar biasa jika konsisten dilakukan. Berbagi tidak melulu soal harta, sepakat? Saya sepakat.
Kita sangat bisa membagikan sedikit ilmu yang kita miliki kepada orang lain. Jangan pelit-pelit untuk berbagi ilmu dengan orang lain. Selama ilmu tersebut diaplikasikan secara kontinu, maka pahala kebaikannya akan mengalir terus ke orang yang telah membagikan ilmunya.
Sharing is Caring. Beberapa dokumentasi ketika diminta untuk berbagi ilmu.
Pertanyaannya, sudahkah kita menjadi pribadi yang bermanfaat bagi orang lain? Harapannya, kita tidak pernah puas untuk melakukan hal-hal yang bermanfaat. Semoga kita diberikan kelapangan hati untuk selalu siap menolong dan memberikan manfaat kepada orang lain. Terlepas dari lingkup yang kecil dari keluarga, hingga lingkup yang lebih besar yaitu agama, bangsa, dan negara.
Gimana? Berbagi itu mudah, bukan?
-o-0-o-
“Tulisan ini diikutsertakan dalam Lomba Blog Jangan Takut Berbagi yang diselenggarakan oleh Dompet Dhuafa”


Durasi Baca: 5 Menit
Kiranya, sekitar satu tahun yang lalu, saya berdiri pada ruang yang sama. Time flies. Tidak seorang diri, saya ditemani 11 orang lainnya yang --konon katanya ketika berhasil masuk tahap itu-- dilabeli dengan sebutan ‘aktivis’. Masih ingat betul, kali pertama sekaligus urutan pertama dari peserta yang memasuki ruang itu adalah saya. Begitu masuk, penonton bersorak sorai menyemangati. Hawa dingin, gugup, senang, penuh dengan menduga-duga, bingung, semuanya bercampur aduk menemani saya kala itu.

Selepas Uji Publik Calon PM Bakti Nusa 8 Bandung

Bagaimana tidak? Saya dihadapkan dengan kurang lebih 100 tatap mata penonton dari beberapa universitas ternama. Belum lagi mereka yang menyaksikan lewat siaran langsung di media sosial. Yang saya pahami, tujuan mereka hadir menonton tidak lepas dari dua hal, mendukung temannya di atas panggung dan menantikan gagasan menarik dari para peserta seleksi Beasiswa Aktivis Nusantara 8 Bandung.
Hawa yang tadinya dingin, terasa berubah seketika. Satu dua peserta mulai panas dingin, ada juga yang mulai berkeringat. Sibuk menyimak, kemudian mencatat. Sesekali mungkin melirik ke pendukungnya. Dan, marilah sebut saja panggung itu panggung uji publik yang fenomenal. Pertanyaan yang dilempar selalu tidak terduga. Pertanyaan yang dilontarkan pasti akan diingat.

Ketika Orasi Publik

Misalnya saja, satu waktu terlempar pertanyaan, “Kalian yang di depan ini kan aktivis, para pemimpin, berarti seharusnya dekat dengan rakyat atau masyarakat juga. Pertanyaannya sederhana, siapa nama Ketua RT dan RW di rumah/kos tempat kalian tinggal?” Jleb. Itu termasuk salah satu pertanyaan yang tidak bisa saya jawab –hamdalah sekarang sudah bisa.
Tidak hanya itu, ada lagi “Siapa yang pagi tadi Shubuh kesiangan?”, atau keluar juga pertanyaan seperti ini, “Siapa yang ingin menikah di tahun 2020? Keluarga seperti apa yang ingin dibangun nantinya?”. Terakhir, “Jika harus memilih, siapa menurut kalian yang seharusnya tidak lolos tahap ini?”. Fix, pertanyaan terakhir paling mengundang rasa haru. Ya, ini tahun lalu.
Lima hari lalu, lagi-lagi panggung fenomenal ruangan itu memberikan banyak pelajaran. Atmosfer positifnya masih ada, bahkan bertambah banyak. Inspirasi hadir. Tawa mewarnai (Karena jawaban-jawaban jenaka dari peserta dan pertanyaan “Kalau harus saling memilih, siapa yang akan kalian pilih untuk dijadikan pasangan hidup?”). Serta, haru menjadi pelengkap (Kalau ini karena pertanyaan, “Siapa sosok inspirasi kalian dan apa yang ingin kalian ucapkan seandainya ia ada di depan kalian?”).

Selapas Uji Publik Calon PM Bakti Nusa 9 Bandung

Dari beberapa pertanyaan yang terlontar, sudah menjadi barang pasti ada pesan yang ingin disampaikan secara tidak langsung oleh penanya kepada peserta. Tidak lain untuk menjadikan kita lebih menguasai soal manajemen pengendalian diri, lebih peka terhadap lingkungan sekitar tempat tinggal, pentingnya perencanaan hidup ke depan, serta peranan apa yang bisa kita lakukan untuk memajukan agama bangsa dan negara.
Saya sendiri turut bersyukur pernah melalui serta pada akhirnya menjadi bagian kecil keluarga Bakti Nusa Bandung. Sebab, menjalani serangkaian prosesnya bukanlah perkara mudah. Bahkan beberapa memutuskan lebih awal untuk tidak melanjutkan pendaftaran sedari awal. Padahal, banyak sekali pembelajaran serta hikmah yang bisa dipetik setelah semua tahapan seleksinya berakhir. Setidaknya, itulah yang saya rasakan.
“Kita tidak pernah benar-benar memilih, tapi oleh-Nya kita dipilihkan jalan.”
Nah, kalau diberi kesempatan untuk bertanya kepada para aktivis mahasiswa tersebut, pertanyaan menarik apa yang akan teman-teman berikan? Boleh banget tulis dikomentar :)

Durasi baca: 4-5 Menit.
Beberapa bulan terakhir, saya cukup dibuat resah. Bukan tanpa sebab. Jadi, terhitung sekitar 8 bulan terakhir volume bacaan buku saya begitu signifikan. Bisa dikatakan, konstan per bulan minimal dua buku habis dilahap. Ya, saya sedang membiasakan kebiasaan baik tersebut. Mudah-mudahan bisa konsisten.
Namun, ada satu kebiasaan yang ternyata telah lama saya lewatkan. Blogging. Lebih tepatnya lagi adalah menulis. Betapa tidak produktifnya, selama kurun waktu satu tahun hanya mampu menerbitkan dua tulisan? Satu sisi memang seharusnya masih bisa saya syukuri karena tidak kosong seutuhnya dalam satu tahun itu. Tetapi di satu sisi, benar adanya jika hal tersebut juga dijadikan bahan renungan atau evaluasi.
Oleh karena itu, di awal pekan ini saya mau mengabarkan sesuatu. Saya ingin memulai kembali. Menulis di sini lagi. Saya rindu dengan dunia blogging. Blogwalking. Promosi tulisan. Saya rindu itu semua. Di sisi lain, saya harus mencoba realistis. Di luar sana, ada satu dua amanah lain yang juga harus saya tunaikan. Tetapi, saya akan tetap mencoba. Saya coba targetkan tahun ini ada 50 tulisan baru. Lebih bagus, kurang semoga tidak. BIsmillah.
Mari kita mulai dengan tulisan yang mengambil tajuk "kontinu" ini. Terinspirasi dari sebuah hadits yang saya temukan ketika sekilas membaca sebuah buku. Bunyinya seperti ini, "Amalan yang paling dicintai oleh Allah Ta’ala adalah amalan yang kontinu walaupun itu sedikit.” Harapannya, memulai menulis kembali adalah salah satu jalan pembangunan kebiasaan lama yang sempat terhenti. Harus dimulai dari sesuatu yang sedikit, untuk kemudian bertambah jadi lebih banyak atau terus-menerus. Pun sedikit banyak tulisan bertajuk kontinu ini akan lebih banyak berbicara soal hikmah. Hikmah kehidupan yang dirasa dekat dengan kejadian sehari-hari.
Maka mulailah dari yang sedikit. Kemudian tambah sedikit. Lalu sedikit lagi. Dan sedikit lagi. Satu hal yang perlu digarisbawahi adalah biarkan diri kita yang dengan hebatnya menyesuaikan sendiri terhadap ritme yang ada. Tidak instan, semua melalui serangkaian tahapan. Jadi, mari nikmati setiap prosesnya.
Sudah siap lanjut? Kontinu.



Durasi Baca: 8-9 Menit
"Jadilah Satu, Jadikanlah Sesuatu"

Selasar ini tampak begitu lega.
Malam ini tenang, hembus angin buat sejuk suasana.
Pena dan tanganku serasi memadu aksara.
Padanan berbangsa, prestise nusantara, berkecamuk di kepala.

Sembilan windu kemerdekaan telah berlalu.
Sebentar lagi bertambah satu tahun, terang ayahku.
Namun di mana dirimu, masih saja ada yang tak tahu.
Mendengar namanya pun, jujur baru kali itu.

Belakangan, harum namamu semakin ramai diperbincangkan.
Merah putih warna kebanggaan berdiri gagah di nomor satu.
Kabarnya tidak hanya satu, mulai banyak anak bangsa yang unjuk kebolehan.
Gerangan apa saja adakah kau tahu? Mari kuberi tahu prestasi bangsamu.

Lihat pemuda dalam foto ini, kawan?
Fauzan Noor, piawai dalam seni beladiri.
Juara dunia karate, putra bangsa asal Kalimantan.
Dan tentang betapa hebatnya dia tak perlu kau ragukan lagi.

Tim Sepak Bola Robot Ichiro, kau tahu tentang mereka?
Juara piala dunia dan tiga penghargaan lainnya tak tanggung disabet oleh mereka.
Begitulah keterangan pers media saat berhasil menemui mereka di Soekarno-Hatta.
Senyum merekah tersungging di bibir selepas pulang dari Kanada.

Purnama malam ini hampir sempurna, sangat indah.
Menatapnya aku tak bergeming.
Adalah Hasna seorang gadis belia peraih juara 3 lomba internasional tilawah.
Mendengar bacaannya, alam seketika hening.

Aku jamin, satu ini juga tak kalah membuatmu terpana.
Atas keberhasilan tiga mahasiswa pastikan juara kompetisi kewirausahaan.
Itikad kuat, jadikan Tiongkok sebagai saksi bisu kemenangan meskipun baru kali pertama.
Mahal betul ide mereka, soal Buah Naga dan konsep pemberdayaan yang menjanjikan.

Di dua tempat berbeda pada ajang kompetisi yang sama.
Dua institusi pendidikan ternama tanah air raih prestasi paduan suara.
Agria Swara IPB, Telkom University Choir, serta Unpad Choir bawa naik harkat negara.
Di hadapan dunia, harmoni suara mereka punya nilai estetika sempurna.

Dan hari ini, insan mana yang belum mengakui kehebatan Zohri?
Melesat cepat di Finlandia, ukir sejarah baru untuk Indonesia pusaka.
Siapa pula tak tahu Duo Ahsan-Hendra jadi jawara lagi?
Setelah di Malaysia, lawan tak diberi ampun juga saat Singapura Terbuka.

Berbanggalah kawan! Hebatnya bangsa kita lebih dari sekadar yang aku sebutkan.
Tapi jangan hingga kau berjalan dengan kepongahan.
Hei, kau tahu berapa banyak negeri yang binasa saat mereka berlebihan dalam berbangga diri?
Tetaplah bersyukur dan selalu rendah hati.

Menatap kemudian hari, panjang umur perjuangan kian mendekat di depan mata.
Jangan redamkan kobaran asa yang terlekat erat dalam dadamu.
Nyalakan lagi dan terus lagi, mari buat guratan nan elok semasa energi Asia.
Jadilah satu, jadikanlah sesuatu.

HIA, MAR.
Sudan, Jatinangor.
30 Juli 2018, 11.15 WIB.

-0-0-0-

Baca #ProsaSelasa sebelumnya: Melek Aksara.
Filosofi #ProsaSelasa: Jadilah Satu, Jadikanlah Sesuatu.
   Mereka yang tidak bersemangat memulai pekannya akan mengisi hari-harinya dengan ragam keluhan, aneka alasan, dan macam-macam penghambat harapan lainnya. Semoga kita tidak termasuk di dalamnya.
Semangat pagi! Karena ini Hari Selasa, berarti waktunya, #ProsaSelasa!
Selamat pagi penulis ucapkan dari ibukota negeri Dua Nil. Apa gerangan aktivitas kalian untuk hari ini? Jika belum ada, kunjungan kalian ke laman ini adalah suatu pilihan tepat. Dan jika kunjungan kalian ke laman ini adalah disela-sela padatnya agenda, semoga bacaan ini bisa sedikit jadi konsumsi ringan di waktu bekerja kalian. Hei kawan, tubuh perlu istirahat dan wawasan kita perlu asupan juga. Inspirasi bisa datang darimana saja.
‘Ala kulli haal, terimackasih atas kunjungannya.
So, Selasa pekan ini sajian #ProsaSelasa kita adalah mengenai perolehan prestasi Ibu Pertiwi di panggung internasional. Setelah viral kemarin kumandang Indonesia Raya menggema di Finlandia. Podium satu untuk pemuda Nusa Tenggara Barat, Zohri. #ProsaSelasa kali ini menggubah Zohri-Zohri lainnya. Pada bidang-bidang lain, tapi tetap sama membanggakan!
Tahukah kalian bangsa ini piawai di beraneka ragam bidang? Apa saja? 
Mmm, agaknya #ProsaSelasa sebelum ini belum banyak memberi perubahan bagi kita. Ternyata kita masih belum sepenuhnya ‘Melek Aksara’. Tapi it’s ok, selama kita tetap mau berusaha semangat membaca dan giat berkarya. 
Nah, mari kita mulai dari seorang pemuda asal Kalimantan, Fauzan Noor. Piawai dalam seni bela diri, Karate. Berhasil menjadi juara dunia di Praha. Kisahnya terjadi beberapa bulan sebelum Zohri mencuri perhatian khalayak ramai. Dengan keterbatasan dana yang dibawa Fauzan, kekuatan tekad dan semangat juangnya berbuah manis. Coba kalian tengok gambarnya di internet, jangan terkaget-kaget melihat lawan tandingnya di partai final.
Lalu jika berbicara tentang sepak bola. Siapa tak tahu kalau Perancis memang juara pertama dalam Piala Dunia 2018? Tapi dalam kejuaran sepak bola robot, Tim Sepak Bola Robot Ichiro karya para mahasiswa Institut Teknologi Sepuluh Nopember (ITS) adalah juaranya. Ya, mahasiswa-mahasiswa tulen Indonesia. Telah dicatat sejarah. Juara Piala Dunia Robot 2018 dan Kanada hari itu sebagai tuan rumahnya. Hebat bukan?
By the way, apakah di sini masih ada yang ingat prestasi yang pernah diperoleh semasa SMP? Mungkin bagi seorang Hasna Shafwatul Azizah, perolehan prestasinya ketika masih duduk di bangku SMP tak akan pernah terlupa. Spesial. Bagaimana tidak, gadis 13 tahun asal Sukabumi itu mendapatkan peringkat 3 lomba Musabaqoh Tilawatil Quran (MTQ) Internasional di Abu Dhabi. Nah jadi pesan moral untuk bait ini adalah...
“Apabila dibacakan kepada kalian Al-Qur’an, maka dengarkanlah dan diamlah agar kalian mendapatkan rahmat” (QS. Al-A’raf(8):204)
Untuk setiap buah akal yang baik memang selalu akan menghasilkan cipta karya yang baik pula. Adalah tentang tiga mahasiswa asal salah satu universitas di Malang yang berhasil menjadi juara dalam kompetisi kewirausahaan yang diselenggarakan di Tiongkok. Pemberdayaan yang menjanjikan dalam budidaya dan pengolahan hasil alam Buah Naga. Kali pertama ikut serta dan langsung menjadi sebuah awal yang gemilang. Harap dan cita untuk tumbuhnya perekonomian nusantara.
Di bidang seni musik, Agria Swara IPB, Telkom University Choir, dan yang terbaru Unpad Choir kian jadi sorotan Internasional juga. Swiss, Austria, Serta Bali berkesempatan menikmati alunan harmoni grup vokal dari ketiga tim paduan suara ini. 
Kira-kira kalau kita buat grup paduan suara juga gimana menurut kalian? Sahabat setia pembaca #ProsaSelasa ada yang punya suara sopran, alto, tenor, bariton atau bass? Hehehe.
Oke, last but not least. Zohri. Hari ini insan mana yang belum mengakui kehebatan dan kecepatannya saat di Finlandia. Pemuda Nusa Tenggara Barat yang sukses mencatatkan namanya dalam sejarah baru Tanah Pusaka Indonesia. Ada pula kisah juang Duo Ahsan-Hendra. Pasangan ganda pebulutangkis tanah air yang juga gemilang memberikan hasil terbaik dan paling baik saat kejuaraan badminton Singapura Terbuka 2018 kemarin. 
Sebenarnya, masih banyak lagi prestasi Indonesia lainnya. Tetapi melihat ke depan, paling dekat ini Indonesia akan dihadapkan dengan perhelatan Asian Games di Jakarta dan Palembang. Mari sama-sama kita sokong penuh putra-putri terbaik bangsa yang berlaga di sana. Semoga sukses dan mendapatkan hasil terbaik!
Terima kasih untuk para jawara atas prestasi dan dedikasinya. Tak lupa juga untuk diri kita semua, kampiun di cerita kita masing-masing. Pastikan semangat berkarya dan jiwa optimis itu selalu tetap terjaga. Selamat menikmati, dan sampai jumpa di #ProsaSelasa selanjutnya ya! 
Salam!

Durasi Baca: 5-5 Menit
“Melek Aksara”

Sepanjang malam aku terjaga.
Menyusun sebuah sajak kecil dan sederhana.
Namun hingga mentari terbit di timur cakrawala.
Kalimat pembuka pun tak mampu aku  selesaikan seluruhnya.

Hingga aku pergi meniti hari.
Namun sama; tidak aku temukan juga di luar sana.
Di mana kata-kata mengumpat sembunyi.
Bukankah seharusnya bersama penyair dan mahakaryanya.

Ada apa kini, kebiasaan baca mulai berjarak.
Cerita dongeng mulai jauh dari anak-anak.
Kitab suci banyak jadi pajangan di rak rumah.
Kutipan di dalamnya sekarang hanya sebatas cinderamata mewah.

Adakah kita tahu perihal tingkat literasi bangsa ini mengkhawatirkan?
Dibilangnya pada angka enam puluh dari enam satu dalam rentetan.
Belum lagi, soal minimnya produksi buku yang tak kalah memiriskan.
Tengok saja bangsa sebelah, jangan tercengang jika bedanya dibandingkan.

Kenapa seakan dibiarkan saja? Tanya mereka selalu begitu.
Sedangkan perkara literasi sudah dicerdaskan pemerintah bahkan semenjak sebelum subuh.
Sayangnya belum usai kebijakan satu, datang lagi penguasa yang baru.
Akankah kita terus mengeluh dan saling menuduh?

Aku khawatir, banyak lembar telah kubaca, namun sedikit hikmah dan nilai di dalamnya.
Apa ini salahku? Yang dengan bacaan bermutu tak terbiasa.
Atau memang telah habis masa? Negeri ini telah kehabisan ide tema untuk karya-karya terbaiknya.
Oh sungguh, betapa nelangsanya.

Berapa jumlah kebijakan pemerintah yang belum selesai dijalani sudah kita kritisi.
Bukan agar lebih baik, melainkan protes hendak segera diganti.
Ayolah, sampai kapan ikhtiar kita akan tidak sejalan?
Pemerintah berusaha menyediakan yang terbaik, sedang dari warganya sendiri tak kunjung ada perubahan.

Mulailah membaca, agar kelak hadir dan lahir para cendekia.
Mulailah menulis, agar sejarah abadikan selamanya.
Mulailah bersyair, agar semakin kuat senandung semangat dalam jiwa.
Mulailah, karena sekarang inilah waktunya.

HIA, MAR.
Sudan, Jakarta.
16 Juli 2018.

-0-0-0-

Baca #ProsaSelasa sebelumnya: 5 #ProsaSelasa Paling Banyak Dibaca
Filosofi #ProsaSelasa: Melek Aksara.
AH! Sudah lama tidak. Akhirnya setelah sekian banyak purnama terlewati, dengan senang hati saya mengumumkan, #ProsaSelasa kembali rilis lagi. Semoga tidak kaku dalam penulisan dan bisa kembali istiqomah di pekan-pekan selanjutnya. Aamiin.
Selasa kali ini, kami mengangkat suatu hal –entah ini fenomena atau bukan– yang berkaitan dengan literasi. Jika teman-teman mencari di mesin penulusuran apa itu literasi, maka akan didapati bahwa literasi adalah kualitas atau kemampuan melek huruf/aksara yang di dalamnya meliputi kemampuan membaca dan menulis.
Benarkah, dewasa ini kebiasaan membaca mulai luntur?
Menurut hasil penelitian The World’s Most Literate Nation yang dilakukan oleh Central Connecticut State University (2016), menempatkan Indonesia di urutan ke-60 dari 61 negara sebagai negara dengan tingkat literasi atau minat baca rendah. Indonesia persis berada di bawah Thailand (59) dan di atas Bostwana (61). Ditambah data dari International Standard Book Number (ISBN) pada tahun yang sama, Indonesia tercatat minim soal produksi buku dengan hanya memproduksi 64 ribu buku per tahun. Berbanding jauh dengan Tiongkok yang memproduksi 440 ribu buku per tahun.
Kemudian, kita dengan entengnya bertanya, “Kenapa seakan dibiarkan saja?” alias parafrase lain dari pertanyaan, “Pemerintah kemana aja selama ini? Kemdikbud ngapain sih kerjanya?”. Padahal jika kita mau aktif mencari informasi, hal itu mudah saja karena akses yang sudah terbilang mudah. Soal gerakan mengirim buku gratis, pengembangan perpustakaan sekolah maupun daerah, hingga pengembangan kualitas sumber daya manusianya. Sudah coba tengok?
Belum ingin selesai di situ, kita menambahkan bumbu lagi, “Lagian sih, ganti menteri ganti kebijakan lagi”. Tidak ingin berpanjang lebar dalam perkara ini, baris terakhir pada bait tersebut menutupnya dengan, “Akankah kita terus mengeluh dan saling menuduh?”.
Lantas, benarkah dewasa ini kebiasaan membaca mulai luntur? Jawaban menurut kami, tidak sepenuhnya iya, namun tidak sepenuhnya tidak juga. Pemerintah tidak sepenuhnya salah, kita sebagai masyarakat pun tidak sepenuhnya benar menyoal ini.
Hal penting yang bisa menjadi solusi untuk permasalahan ini adalah mawas diri. Ya, mawas diri ini menjadi penting karena asasnya yang bukan saling tuduh, saling menyalahkan, dan saling merasa segala. Tetapi orientasinya ke evaluasi dan muhasabah, apakah sudah optimal dalam menjalankan program, apakah sudah optimal dalam mendukung kesuksesan program? Ayolah, sampai kapan ikhtiar kita akan tidak sejalan? Kecuali, kalau memang jalan di tempat adalah hal yang paling kita inginkan.
Terakhir, seperti biasa kami ingin mengajak teman-teman semua untuk ambil bagian dalam mendukung dan memajukan literasi bangsa Indonesia. Mulailah membaca, setidaknya dimulai dari hal yang kita sukai untuk kemudian beranjak membaca hal yang tidak hanya disukai lagi. Mulailah menulis, berkarya dan menjadi bagian penting dari abadinya sejarah. Mulailah bersyair dan mulailah hal itu semua dari sekarang. Kalau tidak dari sekarang, kapan lagi?

Nah, sekian filosofi #ProsaSelasa kali ini. Kalau dari teman-teman apakah ada tambahan atau bahkan sudut pandang berbeda? Boleh banget tulis komentarnya di bawah ya!


nb: Bagi yang tertarik ingin berkolaborasi juga di #ProsaSelasa ini, boleh banget email ke prosaselasa(at)gmail(dot)com dengan subject Nama – Mau Kolaborasi. Yuk berkolaborasi!