#ProsaSelasa: Semoga Tidak Lagi Terjadi
Durasi Baca: 5-6 Menit
Tengah malam dan
belum aku bisa tidur
Suntuk buat mata terasa jadi sulit diatur
Namun masih malas tubuhku naik kasur
Untuk terpejam nyenyak dan mendengkur
Sendiri aku terbuai di ujung lamunan
Hingga waktu pun tak sempat lagi kuperhatikan
Hanya diam yang mampu dominasi keadaan
Tenggelam dalam duduk termenung memikirkan
Benakku diajak imajinasi melanglang
Melayang terbang datang lalu hilang
Semua maslahat terbayang berulang
Dari bangsa ini mulai banyak yang berkurang
Di bagian bumi bernama ibu pertiwi
Politisi senggol sana senggol sini
Kalah lalu mendengki, menang tak tahu diri
Berujung pada melukai rakyat sendiri
Bergulat atas nama kongsi dan koalisi
Berebut kursi beradu elit jas safari
Dana reses dipakai kebutuhan pribadi
Salah, bukan kebutuhan tapi hasrat diri dan emosi
Gagah diri alih alih berorasi
Basa-basi tebarkan janji ilusi
Teriakkan selamatkan martabat negeri
Realita jadinya atau sebuah teka teki
Kemudian dua instansi pemerintah saling beradu
Berbalas tangkap saling kuat-kuatan regu
Media vokal informasikan kabar dengan ragam tajuk terbaru
Warga jadi penentu, apresiasi dan reaksi tentu berlaku
Gerangan apa cekcok mereka berlandas
Siapa ditindas siapa menindas seakan jelas
Bergeming hati ini penuh tanya gemas
Dimanakah sesosok pemimpin nan tegas
Semakin bertambah penasaran aku dengan lingkup hidup di nusantara
Kebenaran nampak semakin timpang di kelopak mata
Hal keadilan rumpang dibiarkan menganga
Petinggi yang seharusnya jadi promotor bangsa bermain licik dari balik meja kerja
Suntuk buat mata terasa jadi sulit diatur
Namun masih malas tubuhku naik kasur
Untuk terpejam nyenyak dan mendengkur
Sendiri aku terbuai di ujung lamunan
Hingga waktu pun tak sempat lagi kuperhatikan
Hanya diam yang mampu dominasi keadaan
Tenggelam dalam duduk termenung memikirkan
Benakku diajak imajinasi melanglang
Melayang terbang datang lalu hilang
Semua maslahat terbayang berulang
Dari bangsa ini mulai banyak yang berkurang
Di bagian bumi bernama ibu pertiwi
Politisi senggol sana senggol sini
Kalah lalu mendengki, menang tak tahu diri
Berujung pada melukai rakyat sendiri
Bergulat atas nama kongsi dan koalisi
Berebut kursi beradu elit jas safari
Dana reses dipakai kebutuhan pribadi
Salah, bukan kebutuhan tapi hasrat diri dan emosi
Gagah diri alih alih berorasi
Basa-basi tebarkan janji ilusi
Teriakkan selamatkan martabat negeri
Realita jadinya atau sebuah teka teki
Kemudian dua instansi pemerintah saling beradu
Berbalas tangkap saling kuat-kuatan regu
Media vokal informasikan kabar dengan ragam tajuk terbaru
Warga jadi penentu, apresiasi dan reaksi tentu berlaku
Gerangan apa cekcok mereka berlandas
Siapa ditindas siapa menindas seakan jelas
Bergeming hati ini penuh tanya gemas
Dimanakah sesosok pemimpin nan tegas
Semakin bertambah penasaran aku dengan lingkup hidup di nusantara
Kebenaran nampak semakin timpang di kelopak mata
Hal keadilan rumpang dibiarkan menganga
Petinggi yang seharusnya jadi promotor bangsa bermain licik dari balik meja kerja
Di bagian bumi
bernama ibu pertiwi
Politisi senggol sana senggol sini
Kalah lalu mendengki, menang tak tahu diri
Berujung pada melukai rakyat sendiri
Tercekik rakyat juga tertusuk hingga palung hati
Meninju wajah yang terus menari rasanya ingin sekali
Sayang hadirnya hanya pada layar televisi
Empat belas inchi besarnya itu pun belum lunas terbeli
Begitulah geramnya komentar tetangga selepas maghrib tanpa membual
Saat aku tanya terhadapnya negeri ini makin jadi barang komersial
Dia tetanggaku adalah si miskin yang hidup nya terpingkal
Oleh candaan monopoli ekonomi si kaya dari gedung bertingkat terhadap finansial
Polemik berbagai sektor masih bermacam wujudnya
Sungguh letih mengiba dengan semua fakta yang ada
Mari buang penat nestapa, mari jemput bola bahagia
Bangkitlah indonesia, bukan sekedar macan asia juga hebat di mata dunia
Buka kembali mata nusantara yang sudah lama sayu dan semu
Tegak kan badan berjalan bangga buat kembali langkah baru
Bersama berpadu bertopang bahu bungkus rapi memori masa lalu
Marilah kita berseru, Indonesia bersatu!
Di bagian bumi bernama ibu pertiwi
Politisi senggol sana senggol sini
Kalah lalu mendengki, menang tak tahu diri
Berujung pada melukai rakyat sendiri
Semoga tidak lagi terjadi
MAR & HIA
Politisi senggol sana senggol sini
Kalah lalu mendengki, menang tak tahu diri
Berujung pada melukai rakyat sendiri
Tercekik rakyat juga tertusuk hingga palung hati
Meninju wajah yang terus menari rasanya ingin sekali
Sayang hadirnya hanya pada layar televisi
Empat belas inchi besarnya itu pun belum lunas terbeli
Begitulah geramnya komentar tetangga selepas maghrib tanpa membual
Saat aku tanya terhadapnya negeri ini makin jadi barang komersial
Dia tetanggaku adalah si miskin yang hidup nya terpingkal
Oleh candaan monopoli ekonomi si kaya dari gedung bertingkat terhadap finansial
Polemik berbagai sektor masih bermacam wujudnya
Sungguh letih mengiba dengan semua fakta yang ada
Mari buang penat nestapa, mari jemput bola bahagia
Bangkitlah indonesia, bukan sekedar macan asia juga hebat di mata dunia
Buka kembali mata nusantara yang sudah lama sayu dan semu
Tegak kan badan berjalan bangga buat kembali langkah baru
Bersama berpadu bertopang bahu bungkus rapi memori masa lalu
Marilah kita berseru, Indonesia bersatu!
Di bagian bumi bernama ibu pertiwi
Politisi senggol sana senggol sini
Kalah lalu mendengki, menang tak tahu diri
Berujung pada melukai rakyat sendiri
Semoga tidak lagi terjadi
MAR & HIA
Jakarta - Sudan
29 Januari 2015
-0-0-0-
Filosofi
#ProsaSelasa: Semoga Tidak Lagi Terjadi:
Helo teman-teman!
Selamat hari selasa ya. Belum telat untuk menerbitkan #ProsaSelasa yang baru,
bukan? Hehe. #ProsaSelasa kini hadir lagi untuk mengisi waktu kalian selama
beberapa menit saja. Prosa ini diambil dari arsip lama memang dan hadir dalam kemasan
tema bahasan yang berbeda lagi tentunya. Prosa ini tercatat rampung pada tanggal
29 Januari 2015 silam. Artinya kurang lebih sudah jadi pada setahun yang lalu. Lebih
tepatnya lagi ketika Indonesia sempat dihebohkan masalah kpk vs polri. Tenang,
maksud saya di sini bukan untuk mengungkit masa lalu atau masalah lama.
Terlebih ke arah menyelipkan banyak harapan kepada mereka. Ya, satu harapan
dari satu kepala yang mungkin mewakilkan banyak kepala lainnya.
Masih menggunakan
konsep sama dengan #ProsaSelasa pekan lalu (baca di sini) yaitu puisi yang
dibuat secara berantai dengan seorang karib saya semenjak SMP. Ini bukan kali
pertama atau kedua kami berkolaborasi membuat sebuah prosa, melainkan untuk
kesekian kalinya. Mungkin di #ProsaSelasa lain waktu bisa saya ceritakan awal
mulanya saya bisa berkolaborasi dengan karib saya ini. Semoga.
Bagian awal dari
prosa ini di awali dengan permulaan seseorang yang tak bisa tidur ketika malam sudah
beranjak larut. Mungkin bahasa kekiniannya itu insomnia. Sudah memasuki waktu bagian
galau dini hari saat itu. Melamun. Duduk termenung. Galau. Pikirannya
dibayang-bayangi oleh berbagai macam kisruh yang terjadi di negeri ini.
Jadi, dalam prosa ini
si tokoh utama merasa bingung dengan politisi yang kerap kali masyarakat
mengidentikkannya laiknya ‘oknum’ yang tukang buat onar, buat sensasi, dan tak jarang buat heboh. Terkadang,
untuk mendapatkan posisi yang diinginkannya itu membuat mereka melakukan cara
yang kurang terpuji. Menghalalkan segala cara. Entahlah semua itu berujung pada
sebuah tindakan nyata atau sekedar janji belaka. Selalu saja di televisi ramai
tentang mereka, tentang cekcok antara aparat negara yang seharusnya
kompak dan saling mendukung guna menjaga keutuhan dan stabilitas negera.
Belum lagi dari segi
ekonomi. Mungkin dari sudut pandang anak kimia yang melihat perkara tersebut akan
berlaku hukum Markovnikov, “Yang kaya akan semakin kaya, yang miskin
juga semakin menjadi-jadi.” Hal yang timpang ini tak hanya dirasakan oleh si
tokoh utama, tetapi juga si tetangga yang menjadi pemeran bantu ini juga
merasakan hal yang serupa.
Eits, tapi tenang saja
kawan, masih banyak juga politisi yang ingin mengharumkan nama, mengangkat harkat
serta martabat bangsa Indonesia melalui profesi mulianya itu. Masih banyak dari
mereka yang sepenuh jiwa dan raga melayani. Setulus hati mengabdi pada ibu
pertiwi. Masih banyak juga dari mereka yang peduli. Semoga saja pada akhirnya
mereka semua satu visi. Bak semboyan negeri ini saja, “Berbeda-beda tapi tetap
satu jua.” Kalau bukan menjadikan negeri ini macan di Asia bahkan dunia
apalagi. Semoga saja semakin banyak generasi muda yang lahir dan bisa
melanjutkan tongkat estafet perjuangan memajukan bangsa ini.
Oleh karena itu,
sebelum jatuh terlelap tidur si tokoh utama ini menyimpan banyak harap semoga
hal-hal buruk yang terjadi pada akhir-akhir ini tidak lagi terjadi. Harapannya,
ketika esok hari bangun Indonesia bisa menjadi macan asia yang mengaum
gemparkan dunia. Tapi, semua itu kembali lagi ke seluruh lapisan elemen
masyarakat. Perlu didorong dengan penuh tenggang rasa antar sesama. Perlu
didorong rasa saling percaya. Perlu didorong dengan saling mengingatkan dalam
kebaikan. Demi Indonesia yang lebih aman, tentram, dan damai. Juga demi
Indonesia yang kembali menjadi sebuah satu kesatuan yang utuh.
Mungkin, sebagian
dari kalian berpendapat prosa ini merupakan sindiran keras. Prosa yang
menjatuhkan. Sarkasme. Tapi bukan itu sebenarnya maksud dari prosa ini terbuat,
bukan. Sebagaimana yang telah dipaparkan tadi, inti dari prosa ini adalah
harapan-harapan akan kebaikan. Dibanding dengan syair Taufik Ismail yang
berjudul “Malu Aku Jadi Orang Indonesia.” Prosa ini bukanlah apa-apa. Lewat
syair tersebut, Taufik Ismail mengekspresikan kekecewaannya terhadap pemerintah
dan itu merupakan tamparan keras bagi para aparat negara. Kembali lagi saya
tekankan, inti dari prosa ini adalah menekankan akan harapan sebuah kebaikan
yang didambakan oleh banyak orang. Terima kasih.
Gimana pendapat
kalian? Yuk beri pendapat terbaik kalian. Seperti biasa, silakan berbeda pendapat.
prosanya bagus gan, ijin bookmark yah!
BalasHapusTerima kasih. Silakan, Mbak :)
HapusMudah-mudahan bisa istiqomah dalam amanah, dan bisa menegakkan kebenaran diatas keadilan.
BalasHapusUntuk Indonesia yang lebih maju. Aamiin.
Hapusbagus diw prosanya.
BalasHapusThank you, Mas.
Hapusapapun tujuan prosa ini,,,yang pasti isinya keren mas....
BalasHapusTerima kasih, Mas :)
HapusKeren nih prosanya.
BalasHapusKadang juga suka kepikiran nasib negeri tercintah ini sebelum tidur, mau sampai kapan terus-menerus di tengah ketidak jelasan. :')
Ewh calon pemimpin nih sebelum tidur galauinnya nasib bangsa haha.
HapusTerima kasih ya!
Kalau menurutku sih, semua berhak untuk berprosa. Eh tapi ... setelah sebuah prosa dilempar ke publik, penulisnya sudah 'mati'. Karena apa pun itu, publik yang menentukan. ;)
BalasHapusNah, setuju nih kak. Karena publik lah yang akan menilai.
HapusNah kan bener tentang daleman Indonesia.
BalasHapusDi, menurut gue mending jangan pake filosofi, biar pembaca bener-bener nyari tau tentang apa isi dalem prosa tersebut. tapi itu menurut gue loh.
Kalau itu sebagai ciri khas lu, ya lanjutkan :D
Thank you bang sarannya.
HapusIya nanti beberapa prosa ke depan bakal ada yang gak ada filosofinya kok.
Entahlah, mau menghadirkan sesuatu yang unik, menarik, dan beda aja sih, Bang :)
Keren uuyy prosanya.. jangankan yang berjabatan tinggi, rakyat kecil pun juga banyak yang seperti itu tentunya sesuai dengan porsinya..
BalasHapusNo comments lah tenang beginian takut salah :)
Iya, jangankan petinggi, rakyat kecil pun juga bisa seperti itu ya.
HapusEmang saya juga kagak ngerti sih gimana pemikiran orang-orang kita yg udah diatas sana .. gaji gede, tpi nggak cocok sama tingkah laku mereka ..
BalasHapusMereka ribut mulu, twitwar jotos2an mengatasnamakan rakyat .. tapi toh hasilnya nggak sampe2 ke rakyat hmmm ...
Alangkah lucunya negri ini ..
Prosanya bagus bang. . keresahannya dapet walopun agak latepost .. hehehe ..
Ayo bang bantu buat perubahan buat negeri ini.
HapusMungkin masih bisa menggambarkan keresahan untuk sekarang ini juga kali ya bang.
Thank you, Bang!
memang benar si kadang kita merasa kecewa dengan para wakil rakyat dan polri. namun masih banyak juga politisi yg berprestasi. Itu sebabnya kita (rakyat) harus bersama2 ikut mengawasi dan mengawal semua kebijakan
BalasHapusSetuju dengan pendapat Hanan.
HapusBdw, prosanya bagus~
Mari kawal secara bersama terkait kebijakan pemerintah. Terima kasih ya :)
Hapusmartabat negeri...kupikir selintas tadi bacanya martabak..huhu
BalasHapusoke aku lagi laper baca ini heheh
Duh jadi ikutan laper, Mbak. Karena saya juga pecinta martabak nih :D
Hapussaya juga selalu berharap, terutama berharap bisa membuat prosa sebagus ini juga :)
BalasHapuskeren, mas.
Pasti bisa kok, Mas. Terima kasih :)
HapusProsa pertama yang gue baca di blog sampe selese. Keren yah :')
BalasHapusCoba anak muda sekarang punya pemikiran kayak gini semua, nggak cuma biaa selfie sambil nginjek bunga doang.
Yeay, keren bisa sampai selesai. Kalau baca terus setiap hari selasa nanti lebih keren lagi mbak hahaha.
Hapuskeren nih prosanya
BalasHapuskayak2 berbau pemerintahan gitu
ah tapi gtw juga deh
soalnya gw gtw maknanya hahaha
keren nih prosanya
BalasHapuskayak2 berbau pemerintahan gitu
ah tapi gtw juga deh
soalnya gw gtw maknanya hahaha
Terima kasih aja deh ya bang biar cepet hahaha :D
HapusWah, udah lama juga ya prosanya dibuat. Tapi keren. Keresahannya masih berlaku untuk ekarang kok.
BalasHapusIni aku baca prosanya udah kayak baca lirik lagu rap. Pake flow gitu. :D
Buahahhaha guee barusan nyobain, sambil ngerap. Seruu juga ternyata. Wkkw
HapusWah syukur deh kalau masih berlaku.
HapusHahaha saya jadi ikut-ikutan coba di-rap nih. Seru sih bikin senyum senyum sendiri kalau udah selesai.
Bacanya jadi bermenit-menit ni mas, setiap satu kalimat diem dulu mikir artinya :))
BalasHapusKesimpulannya saya kembalikan lagi pada judulnya : Semoga tidak lagi terjadi :)
Waduh, mungkin mbak kurang minum aqua? Hehehe.
HapusBagus untaian kata dari prosanya, seakan mewakili teriakan rakyat atas segala derita di ibu pertiwi yg umumnya diakkibtkan ingkarnya para politisi
BalasHapusTerima kasih mbak sudah mau mampir dan membaca.
Hapuswaduh beraaat hahaha
BalasHapusBerat sama dipikul, ringan sama dijinjing :D
HapusWah.. Wah.. Wah.. Sepertinya saya punya bacaan baru nih tiap selasa. Keren. :D
BalasHapusMenarik jika kritik disampaikan dengan seni, tata bahasa indah, kritiknya pun menusuk sangat dalam padahal disampaikan dengan lembut. Hehe
Baca prosa selanjutnya ya, Bang.
HapusKritikan dalam seni terkadang malah lebih nusuk ya haha.
Bhangke! gue jadi tertarik pengen belajar bikin prosa tema gini nih. Ah sayangnya otak gue bekum nyampe sini nih huhuhu
BalasHapusAyo bang dicoba dulu.
HapusProsanya bagus mas bisa mencerahkan anak muda nih ya kayaknya,,, politisi emang suka senggol sana senggol sini kayak joged dangdut tuh ya,,, waduh... :)
BalasHapusHahaha terima kasih, Mas.
HapusWah ada durasi bacanya juga yah, kenapa di kasih durasi gan! kaya fil aja!
BalasHapusGapapa biar ga kalah serunya sama film hehe.
Hapuspantesan pas baca kok kayak perseteruan polri dan kpk waktu dulu, ternyata prosanya dibuat udah lama yaa.
BalasHapusWah ini nih, demi kekuasaan emang apapun dilakukan. saling menjegal bukan lagi hal yang aneh.
Iya, ini prosa lama yang baru diangkat ke permukaan.
Hapusmantap nih.. kayak nazwa sihab kalau mau akhirin acarnaya hehe
BalasHapusgue baru kesini deh kayaknya. dan ternyta lo pemerhati masalah negara kita iini. gue juga merhatiin tapi jarang ditulis di blog gni.
semoga nggak terjadi lagi, masalah-masalah yang ada kedepannya apalagi di 2016 ini :D
Wah iya tuh bang. Saya selalu suka statement akhir di acara mata najwa yang biasanya dibacakan langsung oleh dia.
HapusHola bang salam kenal dan sering-sering main kesini ya!
Yap, sebagaimana tulisan move-on di blogmu bang. Move on ke arah yang lebih baik :)
aku pernah bikin tulisan judulnya indonesia 20 tahun ke depan, langsung jleb semua aspek krn kalo pejabatnya tetap bejat ya bakal bejat negara kita..
BalasHapusbtw, masih alus ini mah, ndak sarkas kok :)
Wah masih alus ya ternyata. Jadi rada tenang deh sekarang mbak hahaha.
Hapushalo salam kenal balik ya awaldi, kuliah di ipb atau...?
BalasHapushehe posting kamu lagi berat banget, saya jadi inget masa kuliah waktu masih di organisasi pers :D *eyaaa
Bukan IPB kak, tapi Unpad.
HapusDuh saya juga tertarik masuk pers kampus nih kak. Doakan semoga bisa masuk ya hehe.
Keren prosanya. Dan ternyata nggak dibuat oleh satu orang. Keren banget kolaborasi kalian. Pas di tengah-tengah feelnya dapet banget. Mengomentari beberapa politisi yang saling menyingkirkan dengan cara apapun. Bahkan mengorbankan rakyat.
BalasHapusIya, ini puisi dibuat secara berkolaborasi dengan karib saya semenjak SMP. Terima kasih, Mas :)
HapusSuka ih remaja kritis gini. Uh :'v
BalasHapusHehe terima kasih loh :D
Hapusboleh bro, rimanya sejalan di setiap paragraf. cuma ada yang tyop tuh.. media lokal jadi media vokal.
BalasHapuspolitik terkadang memang menakutkan.
ulah picik pelakunya terkadang membuat kesal tak karuan.
sama-sama berlomba-lomba mencari koalisi untuk menjanjikan kesehjateraan
pada akhirnya bukan kesehjateraan yang didapatkan
tapi hanya segumpalan rasa penyesalan dan bawa perasaan.
asik kan.
Duh baper dong hahaha.
HapusBtw, terima kasih ya atas segala masukan dan komentarnya.
mengritik itu menurut ak sah2 aja, sebagai sarana menyatakan pendapat, asal tidak menyinggung orang lain
BalasHapusintinya prosa mu, Keren mas :-) lanjutkan
Yap, setuju. Terima kasih ya, Mas.
HapusHai Awaldi kawan baru di dunia per-blogger-an
BalasHapusAku suka prosamu yang berisi tentang harapan
Negeri ini memang sedang dilanda kekhawatiran
Tapi aku percaya generasi muda akan membawa perubahan
Salam penikmat prosa :)
Halo kak.
HapusIya, generasi muda lah harapan bangsa untuk menjadi agent of change, ke arah yang lebih baik lagi tentunya.
Terima kasih ya kak.
Salam :)
Insomnia melahirkan prosa yang punya rima indah. Pas. Mantap nih prosanya. Saya paling susah ngerangkai prosa, jadi two thumbs up deh untuk prosa ini, yang meski udah hampir setahun umurnya, masih tetep bisa selaras dengan keadaan sekarang.
BalasHapusUdah sering didengung-dengungkan kalo Indonesia itu macan Asia yang sedang tertidur. Semoga aja tidurnya ga kelamaan ya. Kalo ngomongin para politisi, yah... begitulah mereka. Semua punya motif masing-masing. Meskipun tidak semua politisi itu bermain kotor, tapi jika ada politisi yang terekspos media karena "politik kotornya", maka rakyat pasti langsung men-judge buruk politisi.
Saya suka kekritisan di prosa ini. Generasi muda emang sebaiknya kritis akan kondisi negeri (saya sendiri ngga bisa sekritis prosa di atas hehe). Selain kritik, uniknya prosa di atas memuat kalimat ini: "Empat belas inchi besarnya itu pun belum lunas terbeli" --> nice statement, menggelitik dan jujur.
There will be hope. Akan selalu ada harapan kok. Harapan untuk Indonesia yang lebih baik :)
Harus dibangunkan dari hibernasinya sepertinya ya, Mas Bayu. Nah itu juga sih yang membuat rakyat men-judge bahwa politisi itu kotor, karena seringkali terekspose di media massa.
HapusTerima kasih loh hehe.
Sungguh, harapan itu tentu masih ada, Mas.
Visit
BalasHapusAyyasymsyfpel.blogspot.com yak.
Ajarin nulis juga jan lupa.
Siap 86!
HapusTulisan kamu bagus bgt sih!!:(
BalasHapusTulisan kamu bagus bgt sih!!:(
BalasHapusThank you! Hahaha :D
HapusAwesome....
BalasHapusSuka dengan jenis tulisan kayak gini...
Ada kepekaan yg lebih berwarna...
Saya menikmati tulisannya hingga paragraf terakhir....
7menit kurang saya menikmatinya
^^
Two thumbs up
Terima kasih ya, Mbak :)
Hapuskeren tulisannya kak
BalasHapuspiala dunia 2018