#ProsaSelasa: Fenomena Sosial(ita)
Durasi Baca: 4-4
Menit
"Fenomena
Sosial(ita)"
Dengan kebaya
ber-renda
Wanita ibukota
bersolek manja
Merk kosmetik top
dunia
Dari make up sampai
heels di kakinya
Rata rata tinggi
harganya
Kalau ingin tahu dari
mana dapatnya
Coba tanya suaminya
Atau cek rekening
tabungannya
Berapa total saldo
mereka
Saldo itu dana
Si dia harum betul
aroma parfumnya
Bombshell Fantasy
Fragrance, secara
Parfum keluaran
Victoria's Secret ternama
Harga nya 500 ribu
US$ saja
Saja
Dia si kaya dan aku
si miskin
Seakan ada jurang
pemisah
Seakan ada cinta
dibatas istilah
Pada yang seharusnya
terjamah
Bukan paras yang
menjadikan indah
Bukan harta yang
menjadikan mewah
Namun rendahnya hati
dalam telatah
Lihatlah ke bawah
Libur dihabiskan satu
bulan di Paris
Caturwulan
selanjutnya vakansi di Venice
Adelaide Perth
Melbourne dan Sydney Australia
Winterswijk Rozendaal
Eindhoven Denhaag Utrecht Amsterdam Belanda
Paspornya sudah
perpanjang kali ketiga
Isinya cap-cap
imigrasi semua
Juga visa untuk
pelancong wisata
Perawatan kulit wajah
tiap hari minggu
Hias kuku disalon
tiap hari sabtu
Fitness kebugaran
tiap hari rabu
Dirinya gemerlap saat
tertangkap kamera
Menebar senyum manis
di wajahnya
Memang benar manis
senyum wajahnya
Sayang tak semanis
tingkah dirinya
Sedikit sedikit foya
foya
Hura hura
Sudah jadi biasa
Dia si kaya dan aku
si miskin
Seakan ada jurang
pemisah
Seakan ada cinta
dibatas istilah
Pada yang seharusnya
terjamah
Bukan paras yang
menjadikan indah
Bukan harta yang
menjadikan mewah
Namun rendahnya hati
dalam telatah
Lihatlah ke bawah
HIA & MAR
16 Februari 2016
Sudan - Jakarta
-0-0-0-
Baca
#ProsaSelasa pekan lalu: Ketika Tuhan Rindu
Filosofi
#ProsaSelasa: Fenomena Sosial(ita):
Berjumpa lagi dengan
#ProsaSelasa di hari Selasa! Sebagaimana janji saya di postingan sebelumnya,
prosa selasa pekan ini benar-benar fresh from the oven dan hal tersebut bisa
terlihat dari tanggal rampungnya, 16 Februari 2016. Yeay!
#ProsaSelasa kali ini
membahasa salah satu fenomena dalam konteks sosial. Itulah kenapa prosa ini diberi
judul “Fenomena Sosial(ita)” Terinspirasi dari mereka-mereka yang muncul di
layar kaca, tampil tenar dengan segala ke-glamour-annya, membuat rumor bertajuk
terkini, sampai sedikit-sedikit dipublikasikan ke khalayak ramai lewat akun
media massa miliknya. Belum lagi, mereka-mereka yang menonjolkan jiwa hedonismenya
secara terang-terangan.
Tetapi, jiwa sosialnya
terhadap masyarakat lain yang lebih membutuhkan ini masih bisa dibilang kurang.
Tetapi, mereka terlalu asyik memikirkan bahagia di dunianya sendiri dan jarang
peduli pada sekitarnya. Tetapi, seakan ada sekat pemisah antara mereka si kaya
dan si miskin. Tetapi, seakan ada cinta yang dibatasi oleh istilah mereka si
kaya dengan aku si miskin. Padahal, masih banyak di sekitar mereka yang lebih
butuh mengenyam sekadar nikmatnya makan enak, berpakaian layak, serta tempat
tinggal yang nyaman. Padahal, mereka bisa saja memperbaiki sekaligus
memperindah elok dirinya hanya dengan mengalahkan egonya lalu memulai untuk
peduli akan kehidupan di lingkungan sekitarnya.
Memang, terkadang
beberapa dari mereka tertangkap kamera sejumlah media ketika kegiatan ajang
amal berlangsung. Hanya saja, apakah itu ikhlas setulus hati atau apa hanya
sekadar salah satu cara untuk menaikkan pamor, memperbanyak penggemar, serta
dianggap memiliki rasa kepedulian. Bukan, bukan bermaksud untuk berprasangka
buruk. Tetapi, siapa yang tahu? Namun apabila yang mereka lakukan itu demi
kebaikan dirinya juga yang lain, that’s good enough.
Pesan moral yang
disisipkan pada prosa kali ini adalah sebaik-baik manusia ialah yang bermanfaat
bagi manusia lainnya. Khoirunnaas Anfauhum Linnaas. Begitulah kurang
lebih sabda Nabi berbunyi. Hal tersebut tersirat pada kalimat "Lihatlah ke bawah" Maksudnya kita diminta untuk berendah hati dengan segala apa yang kita punya. Lalu, berbagilah serta pedulilah. Dengan berbagi, kita sendiri yang merasakan
dampaknya. Dengan berbagi, kita telah melakukan upaya menjadi sebaik-baiknya
manusia. Mulia, bukan?
Sebenarnya, gaya
kepenulisan prosa ini sendiri inspirasinya datang dari gaya puisi-puisi penyair
ternama angkatan tua, Taufik Ismail. Tiap baris yang memiliki
ke-khas-an kalimatnya tersendiri dan bait-bait berulangnya. Karya-karya mereka
yang fenomenal itulah yang menginspirasi kami sehingga terlahirlah prosa “Fenomena
Sosial(ita)”ini.
Itu dia #ProsaSelasa
pekan ini. So, what’s on your mind?
Love this one!
BalasHapusSuccess to be ur first reader, any reward for this? :"
Nope haha :p
HapusThanks ya!
Dan mungkin menjadi diri yang rendah hati itu berlaku untuk semua orang. (y)
BalasHapusSetuju, Mbak. Teruntuk semua orang :)
HapusLuar biasahh.
BalasHapusfenomena jaman sekarang nih, banyak yang sibuk memamjakan diri sendiri, memang gak salah asal gak lupa sama orang-orang yang dibawah.
Hidup gak usah mewah-mewah, makeup, perawatan kulit, parfum mahal, tas brandede gak dibawa mati kok.
#adibahedisibijak
HapusBtw setuju kok! Hehe :D
suka bagian
BalasHapusBukan paras yang menjadikan indah
Bukan harta yang menjadikan mewah
Namun rendahnya hati dalam telatah
Lihatlah ke bawah
btw, suka banget sama pemilihan diksinya (y)
Terima kasih ya, Mbak :)
HapusIya sekarang jamannya yang kaya makin kaya yang miskin makin blangsak !!
BalasHapusApalagi artis2 yang jadi simpenan anggota2 dewan tu, pasti pamer kekayaan mulu..
kalo nggak pamer sehari aja keknya gatel2 tu ..
Ya Allah, kok comment gue jadi emosional gini, maap ya bang diw..
Salut sama kekosistensiannya terkait ProsaSelasanya nih .
Tepuk Tangan.
setuju sama Azka, aku juga jadi emosi.
HapusYa namanya juga fenomena sosialita ya, Bang.
HapusGeram sendiri juga sih terkadang ketika melihat berita berbau topik ini.
Tapi ya mau gimana, emosi juga belum cukup untuk merubah hal tersebut kan bang hehehe.
Yeay!
Thank you, Bang.
prosanya keren diw.
BalasHapusaku bingung mau komentar apa, pas baca agak kebawa emosi juga. sependapat aku sama Azka dan Aireni kata-katanya itu lho keren banget.
ditunggu prosa selasa berikutnya diw.
Hihi thanks loh, Mas :)
HapusSiaaap!
Prosanya keren, dan aku setuju banget sama pernyataanmu kalau kaum so-SIAL(ita) amat jarang melihat kebawah, melihat pun untuk pencitraan aja.
BalasHapusFenomena sekarang, lebih asik buat pamer kekayaan, pamer tas mahal, pamer mobil mewah, dsb. Padahal kalau merutku kenapa uang yg amat berlebih2 itu g dipakai buat yg lebih bermanfaat kayak pernyataanmu juga. Bagaimana kalau uang buat beli tas herpes yg harga beratus jeti itu dibuat bantuin warga yg masih kesulitan mendapatkan air bersih, misal di ntt. Duit buat lamborgeneh dialihkan untuk membantu mendirikan sekolah di daerah pedalaman.
Sayangnya, bukannya semakin merunduk layaknya padi, kaum mereka kayak padi yg g ada isinya, mendongak terus. Semoga mereka cepet sadar. Cepet tau arti bersyukur itu seperti apa.
Yeay ada yang sependapat!
HapusWah, aku juga baru tau kak ternyata di sana itu terdapat kebijakan semacam itu juga ya. Salut ih.
Nah, padahal sempet mau menyisipkan pengibaratan padi ini kak di dalam prosanya. Tapi enggak jadi hehehe.
Aamiin. Semoga saja begitu ya, Mbak.
Untung gue masih sekolah, masih ngeliat temen-temen gue yang tingkat glamornya cuma selevel update Path tiap jam. jadi gak mengira "wah, kayak temen gue nih".
BalasHapusSubhanallah, kali ini prosanya ada selipan tausyiah. Sering-sering begini dong, bang, biar gue betah bacanya. Hehehe
Sedih sih, kalo ngeliat fenomena begini. Mereka berfoya-foya, sedangkan saudaranya sengsara. Nelangsa.
Kalau itu fenomena sosialita versi anak sekolah ya, Rob.
HapusIya ya, miris juga kadang rasanya sih begitu melihat atau sekadar mendengar hal semacam ini.
Haha biasanya juga diselipin pesan moral juga kok. Hal terpenting sih menyelipkan sebuah pelajaran yang bisa diambil dari setiap prosanya.
Aku berasa enak bacanya mas :D dan agak lucu juga sih kata-katanya :D sukaa ini mah :)0
BalasHapusWaduh, ada lucunya juga ya haha.
HapusTerima kasih ya, Mas! :)
bagus kak..fenomena artis ibukota :D
BalasHapusijin copas yg ini ya Khoirunnaas Anfauhum Linnaas :v
Sebaik-baik manusia adalah yang paling bermanfaat :)
HapusTerima kasih ya.
WEEEWWWWW...
BalasHapusyang kaya makin kaya, yang miskin makin yahhh gitu dah, trus yang diatas makin berkuasa yang di bawah makin tertindas.
Trus juga sekarang memang sudah jamannya riyah bang :'( apa-apa di pamerin, tas, perhiasan,lagi makan di restoran berbintang di pamer sekalipun memberi kesesama atau yang lebih membutuhkan di pamerin juga. Jadi maunya apa ???
kira-kira beli indomie sekardus pakai 500 ribu US$ saja, cukup nggak yah ??
Hihi lama kelamaan hukum kimia markovnikov ini bisa jadi hukum alam juga ya, Bang.
HapusYa setidaknya itulah yang membutuhkan penyadaran dari diri sendiri kali ya.
Itu sih lebih dari cukup bang. Bisa mabuk indomie selama setahun itu hahaha :D
So sweet words there :)
BalasHapusSalam kenal dan terimakasih sudah bertandang. wah site tampilannya menarik, khususnya waktu yang disempatkan untuk mengedit cover tiap selasa... salut......
Keep writing and happiness
Sama-sama ya, Mbak.
HapusSemangat dan terima kasih ya :D
keren banget ini serius.. mencerminkan kenyataan yang sebenarnya di zaman sekarang ini.
BalasHapusada pesan moralnya jugaa
semangat kaka,hehe terus berkarya:)
Semangat 45!
HapusTerima kasih ya :)
Prosanya nyindir ibu-ibu hedon nih, ya? Ahaha. :D
BalasHapusKeren euy. Cuma pas di bagian nyebutin daerah-daerah yang rada ribet, tidak enak saat bacanya. Overall, bagus banget, Man! :))
Apalagi di bagian ini, Winterswijk Rozendaal Eindhoven Denhaag Utrecht Amsterdam Belanda. bacanya giman, ini. :(
HapusPernah baca, klo sosialita itu suka sewa potografer khusus buat motoin kegiatan mereka yg ala ala...jehehe, biasanya tp ada yang bertameng punya yayasan sih biar citranya di masyarakat bagus karena ada pula yg terjun ke dunia sosial gitu
BalasHapusmancayyy, bagus mas prosanya!!!
BalasHapuspemilihan diksi nya juga dapet :D
Ahhh seperti biasa. prosanya selalu keren. Semoga para sosailita ada yang baca, nih.
BalasHapus*tepuk tangaaaan*
BalasHapusBombshell Fantasy Fragrance ? kok kamu tau ini segala haha.
AKu kok kayak bisa menebak siapa tokoh ini ya.
Miss syahrini. Itu yang aku pikirkan pas baca prosa ini.
Sindir alus lewat karya prosa *angkat topi*
BalasHapusIya sedih ya, kata sosialita mengalami pergeseran makna di Indonesia, padahal seyogyanya sosialita adalah orang-orang yang sering melakukan aksi sosial untuk membantu sesama tanpa perlu ada sorot kamera (≧▽≦)
pfftttt, lumayan kesindir sama prosanya mas....
BalasHapusyaa emang gitu, pencitraan :p
mungkirnya buat sesi dokumentasi tapi yaa entahlah siapa yang tahu
prosanya keren badai :) sudah seharusnya yang kaya itu memiliki sifat rendah hati hehe
BalasHapussaya berusaha menangkap fenomena dan arti sosialita ketika dulu saya menonton film arisan 2, sosialita bagi saya adalah dunia di lingkaran berbeda :)
BalasHapusEmang semua itu tak dapat di pungkiri guyss -__-
BalasHapusKunjungaan perdana, salam kenal ya mas.
BalasHapusRubrik #ProsaSelasa ini sungguh bagus sekali, membahas sesuatu dalam bentuk prosa rasanya beda dari yang lain.
Sosialita tampaknya sdh menjadi hal yang biasa dan lumrah dikalangan masyarakat. Tentu citra seperti itu agak tidak terlalu baik untuk perkembangan bangsa kita.
Implementasi utama dari sikap syukur adalah semakin dekat dengan sang pencipta. Selain itu, syukur hharusnya membuat kita berlaku sederhana.
Postingan mas keren. Jempol. Saya follow ya mas
Luar biasa. Membuat kritik sosial melalui sebuah prosa secara elegan :)
BalasHapusSosialita itu bertebaran di seluruh muka bumi. Entah apa yang mendorong mereka untuk hedon, pasti banyak faktornya. Bagi mereka, mungkin mendapatkan duit sama mudahnya dengan menghamburkan, padahal di luar sana masih banyak yang membutuhkan. Ah entahlah, biar masing-masing diri kita pribadi yang menilai mana yang layak dan mana yang tidak. Gua cuma berharap semoga mereka sadar bahwa hidup itu tidak selamanya selalu berada "di atas".
Ya Allah, parfum harganya ampe USD 500.000? Btw, kalo boleh nambahin, ada satu lagi fenomena sosialita lokal itu: Arisan. Biasanya kan arisan mereka banyak, dan sekali arisan bisa ngeluarin duit banyak :D