Success Is My Right (eps 01)

08.28 Awaldi Rahman 1 Comments


“Hei Man! Sudah dululah belajarnya, hampir 6 jam kau terus-terusan belajar. Lupa mandi, lupa minum. Ayolah kita makan malam bersama”
“Baik bu...” Jawabku tanpa membantah perintahnya.
Tentu saja aku tidak akan membantahnya, aku tidak memakan selain ampas gandum semenjak sarapan pagi tadi. Ya, hanya itu. Aku pun bergegas berkumpul bersama Ayah dan Ibu di tempat biasa kami makan bersama.
“Man, kamu serius ingin melanjutkan sekolahmu ke tingkat SMA?” Tanya Ayah saat makan bersama.
“Iya yah, akuu ingin sekali melanjutkan jenjang sekolahku ke yang lebih tinggi lagi” Jawabku dengan lantang.
“Tapiii...”
“Tapi kenapa yah?” Tanyaku penuh rasa penasaran karena wajah Ayah tertiba saja berubah.
“Ya kamu juga tahu bagaiman kondisi Ayah dan Ibu saat ini, kondisi keuangan kita, kondisi keluarga kita. Bahkan makanpun kita hanya memakan ampas gandum. Itupun hanya dua kali sehari”
“Jadiii... Aku tidak bisa melanjutkan sekolah lagi, Yah?” Tanyaku sedikit memelas.
“Bukan begitu maksud Ayah. Kamu bisa melanjutkan sekolah, tetapi masalah biaya Ayah dan Ibu angkat tangan” Jawab Ayah terus terang.
“..............”
“Jalanmu masih banyak, Man. Satu  pintu tertutup maka pintu-pintu lainnya siap menyambut kedatanganmu. Cobalah saja dulu. Apalagi kamu termasuk anak berprestasi di sekolah. Jalur beasisiwa pun bisa saja kamu dapatkan asalkan berusaha. Katanyaa mau banget jadi presideeen” Kata ibu yang mencoba membuka jalan pikiran Kerman.
“Apa iya aku bisa, Bu?” Tanyaku masih kurang yakin.
“Tentu saja kamu bisa, sayang. Tidak ada yang tidak mungkin di dunia ini. Layaknya Thomas Alfa Edison yang telah beratus-ratus kali gagal menciptakan sebuah lampu. Namun, pada percobaan ke-1001 kali, barulah ia berhasil menciptakannya. Berusaha mencintai apa yang ingin dicapai, lalu ditambah dengan perjuangan keras dan keyakinan. Akhirnya keinginannya tercapai tanpa sia-sia dan hingga saat ini namanya dikenang, dan hingga saat ini juga hasil penemuannya masih bisa kita rasakan. Ingat Man! Intinya ada tiga yang harus kamu lakukan dan taklukan. Cinta-Perjuangan-Yakin” Jawab Ibu panjang lebar.
“Ayah sangat berharap kelak nanti kamu tidak akan seperti Ayah saat ini, tetapi kamu bisa jadi orang yang sukses dan bisa memimpin untuk kemajuan negara” Sambung Ayah.
Aku hanya bisa termanggut-manggut dan akan merenungkan perkataan Ayah dan Ibu sebelum tidur nanti.
Percakapan singkat itu telah usai.
Ayah bergegas bangun dan masuk ke kamarnya. Begitu juga dengan Ibu, ia sibuk membersihkan tempat makan bersama tadi. Lalu aku memutuskan untuk kembali ke kamar dan melanjutkan belajar.
Sesampainya di kamar, aku bergelut kembali dengan tumpukan-tumpukan buku pelajaran. Cukup banyak. Hal ini memang haruslah dilakukan, bahkan dipaksakan. Jika beasiswanya hanya jalan satu-satunya bagiku untuk melanjutkan sekolah ke jenjang yang lebih tinggi, maka inilah salah satu bentuk usahaku untuk mendapatkan besiswa itu.
Waktuku untuk mempersiapkan semuanya hanya tinggal seminggu lagi. Pekan depan.
Tidak terasa kini malam mulai larut. Sudah saatnya aku bergegas untuk tidur. Ibu pernah berkata bahwa tidur terlalu larut itu tidak baik, akan mengganggu aktifitas kita esok harinya. Jadi, lebih baik aku mendengar kata-kata Ibu daripada konsentrasiku hilang seketika saat belajar di sekolah besok.
Sayup-sayup angin malam berhembus begitu tenang. Mengetuk setiap jendela rumah penduduk. Memenuhi hingga sudut ruangan yang hampa. Hingga berhembus damai mengahantarkan tidur lelapku.
Sempurna sudah aku terlelap tidur. Terbang dalam buaian jutaan mimpi dan jutaan misteri. Mimpi-mimpi itu tergantung pada indahnya langit dan semua misteri itulah yang akan terjadi kelak. Cepat atau lambat.
*~*~*~*~*~*~*~*~*
Berita gembira ini harus segera tersampaikan kepada Ayah dan Ibu. Pastilah mereka bahagia mendengarnya.
Aku melengkah lebih cepat, tidak sabar lagi untuk secepatnya tiba di rumah. Membawa kabar baik ini. Astaga, tidak sia-sia aku selalu bergelut dengan buku-buku itu. Kini seluruh usahaku telah terbayar tunai dengan hasil yang kuterima saat ini.
Langit yang tadinya mendung, kini kembali cerah. Burung-burung keluar kembali dari sarangnya. Berkicau nan merdu. Saling sahut-menyahut. Rumout-rumput kembali bergoyang-goyang diterpa angin. Seolah-olah mereka bisa merasakan apa yang sedang aku rasakan saat ini. Bahagia.
Setibanya di rumah, aku langsung mencari dimana Ayah dan Ibu berada. Ternyata mereka sedang membicarakan sesuatu. Urusan keluarga mungkin.
“Yah! Bu! Aku berhasil mendapatkan beasiswa itu. Hahaha” Kataku tanpa basa-basi terlebih dahulu.
“Serius kamu, Man? Wah, selamat yaaa.....” Balas Ayah lalu memelukku.
“Selamat yaa sayang.....” Sambung Ibu lalu bergantian dengan Ayah memelukku.
“Makasih Yah, Makasih Bu. Ini semua juga berkat Ayah dan Ibu yang selalu memberikanku dorongan agar tetap semangat dan terus berusaha”
“Sama-sama, Man...” Jawab Ayah dan Ibu bersamaan.
“Akhirnya tercapai juga jadi anak SMA” Ledek Ayah.
“Apa deh yah?” Balasku.
“Hahahaha” Kami tertawa bersama.
Akhirnya satu kabar baik telah ditampakkan. Satu misteri telah terungkap pada hari itu. Membuat keluarga sederhana itu merasa lebih bahagia akan segala sandiwara yang ada dalam kehidupan yang fana ini.
Aku lulus dengan nilai rata-rata yang hampir sempurna. Berada di peringkat teratas dari 213 peserta yang mengikuti tes. Cukup puas. Melanjutkan sekolah di tingkat SMA dengan mendapatkan beasiswa penuh selama tiga tahun. Sebuah prestasi tentunya.
Masa depan yang cerah siap kunanti. Tentunya akan lebih baik lagi dari hari ini.

1 comments: