5 #ProsaSelasa Paling Banyak Dibaca

07.45 Awaldi Rahman 10 Comments

Durasi Baca: 5-6 Menit

Selamat hari Selasa para penikmat #ProsaSelasa!
Ah, biasanya saya memulai kalimat sapaan tersebut kiranya di pertengahan postingan #ProsaSelasa. Tetapi perkenankan kalimat sapa tersebut saya sisipkan di awal sekaligus mengawali pada tulisan kali ini.
Tentu para sahabat pembaca blog saya merasa sudah tidak asing lagi dengan #ProsaSelasa, bukan? Ya, salah satu rubrik mengenai prosa-prosa yang diterbitkan setiap hari Selasa –meskipun belum rutin setiap pekannya semenjak kali pertama diterbitkan. Prosa yang bisa dibilang bahasannya akan menyentuh berbagai aspek dalam kehidupan. Hal itu bisa tergambar dari beberapa prosa yang sudah berhasil atau bahkan nantinya dinikmati oleh sahabat pembaca sekalian.
Kiranya, selama enam bulan umur blog saya yang baru ini, sudah berhasil tercipta sembilan #ProsaSelasa beraneka ragam temanya. Dengan jumlah yang terbilang demikian, bisa dikatakan bahwa hal itu masih jauh dari kata ‘produktif’. Bahkan, saya belum puas diri telah menerbitkan sembilan prosa. Namun, saya –pun karib saya– tetap bersyukur bisa menciptakan prosa-prosa yang terbilang luar biasa karyanya. Besar harap saya, esok atau lusa akan tercipta lebih banyak lagi prosa di hari Selasa yang tak kalah luar biasa dibanding sebelumnya.

Kabar baiknya, pada tulisan kali ini saya akan membocorkan sekaligus mengulas kembali sedikitnya “5 #ProsaSelasa Paling Banyak Dibaca” oleh sahabat pembaca sekalian. Sudah penasaran prosa apa saja, bukan? Langsung saja ya disimak! Here they are.
1.    Sajak Agroekosistem


Prosa yang satu ini kurang lebih membahas seputar kondisi pertanian terkini. Oleh karena itu, tak perlu diragukan lagi jika prosa ini menempati urutan tangga pertama prosa yang paling banyak dibaca oleh sahabat sekalian.
Mengapa dikatakan begitu? Fakta mirisnya, ketika tulisan ini dibuat pun masih banyak segelintir orang –bahkan bisa jadi saya sendiri yang kuliah di Fakultas Pertanian– belum akrab dan kurang aware terhadap sektor pertanian. Sense of awareness-nya masih kurang. Mengutip apa yang telah saya tuliskan pada filosofi prosa ini,

“Padahal, banyak harapan dari apa yang ditanam oleh para petani. Padahal, sejatinya hidup kita tak terlepas dari segala komoditas pangan pada setiap harinya, bukan? Rasanya, selama manusia masih butuh makan, sektor pertanian akan selalu dibutuhkan dan dicari”.
Respon dari sahabat pembaca pun cukup antusias dan tak kalah menariknya. Misalnya ada komentar dari Bang Doni Jaelani, “Duh, gue sebagai lulusan kampus pertanian merasa tergugah ini. Emang sih, sekarang pertanian kita enggak kayak dulu lagi. Soalnya, Indonesia lagi ada di masa transisi dari negara agraris ke negara industri. Jadi, semakin sedikit sawah dan ladang. Di sisi lain, semakin banyak juga bangunan-bangunan perindustrian”. Masih banyak lagi komentar yang tak kalah menariknya. Masih ada harapan-harapan yang ingin mereka coba bangun dan realisasikan. Ah, semoga saja strata pertanian di negeri ibu pertiwi ini semakin baik seiring perkembangan zaman.
Jadi, setuju dong jika prosa ini paling terbanyak dibaca?

2.    Semoga Tidak Lagi Terjadi



Prosa yang menempati urutan kedua ada “Semoga Tidak Lagi Terjadi”. Prosa ini sebagai bentuk keresahan seseorang yang mewakili keresahan banyak orang. Prosa mengenai siap atau tidaknya menjadi sebuah negara maju. Berbicara tentang nasib bangsa. Selain itu, berbicara juga tentang harapan-harapan untuk tanah air, Indonesia.
Prosa yang tercatat rampung pada Januari 2015 ini setidaknya membahas dua aspek penting dalam kehidupan masyarakat, politik dan ekonomi. Apabila dibandingkan dengan Sajak Agroekosistem, mungkin akan terlihat berbeda sekali makna yang tersiratnya. Di sini saya bersama karib saya mencoba untuk berekspresi lebih blak-blakan. Terinspirasi dari sebuah syair karya Taufik Ismail yang berjudul, “Malu Aku Jadi Orang Indonesia”. Namun, jantung prosa ini tetap berada pada di mana harapan-harapan akan sebuah kebaikan yang begitu didamba oleh khalayak ramai.

3.    Tentang Waktu



Dalam antrean ketiga ini berhasil ditempati oleh prosa berjudul Tentang Waktu. Prosa yang dibuat bukan dalam bentuk bait demi bait seperti biasanya melainkan dalam bentuk kontemporer.
Melalui kisah-kisah para sahabat nabi, saya mendapatkan inspirasi sehingga terpikirlah untuk membuat prosa yang bertemakan waktu. Singkatnya, suatu ketika Rasulullah SAW sedang memberi petuah kepada para sahabat-sahabat agar mereka lebih berhati-hati terhadap dua hal, yaitu nikmat sehat dan waktu senggang. Oleh karena itu, Rasul bersabda, “Ada dua kenikmatan yang banyak manusia tertipu, yaitu nikmat sehat dan waktu senggang.” (HR. Bukhari no. 6412, dari Ibnu ‘Abbas).
Eh, sekarang sudah jam berapa ya? *Mendadak tanya jam*

4.    Paramasastra Ekonomi



Apakah pernah terbayang di benak sahabat, belajar suatu mata pelajaran melalui sebuah prosa? Sebuah prosa yang menjadi mediatornya? Jika belum, ini merupakan salah satu bukti metode pembelajaran yang baru. Barangkali bosan dengan cara biasanya dan membutuhkan sebuah pembaharuan dalam cara belajar, ini salah satu solusi yang tepat hehehe.
Paramasastra sendiri menurut KBBI adalah tata bahasa, kaidah tentang suatu bahasa. Jadi, katakan saja bahwa paramasastra ekonomi ini adalah pembelajaran ekonomi melalui gaya tata bahasa sastra. Keren, bukan?
Metode tersebut tidak hanya berlaku pada mata pelajaran ekonomi saja. Bisa disesuaikan dengan kebutuhan masing-masing. Barangkali merasa kesulitan dengan matematika, coba aplikasikan metode ini dan rasakan sensasinya. Siapa tahu jodoh?

5.    Rindu Tiga Belas Baris



Di urutan terakhir tangga prosa yang paling banyak dibaca ada prosa bertemakan rindu. Tiga belas baris tentang rindu dari berbagai perspektif. Jadi, bisa dikatakan bahwa rindu yang coba disampaikan di sini tidak hanya memiliki satu makna mutlak. Tetapi masih banyak tafsiran dari berbagai sudut pandang mengenai rindu itu sendiri.
Adakah sahabat pembaca sekalian yang sedang merindu?

Nah, itu dia bocoran sekaligus ulasan singkat mengenai 5 #ProsaSelasa Paling Banyak Dibaca oleh sahabat pembaca sekalian. Berbicara tentang prosa yang paling disukai, saya sendiri entah mengapa jatuh cinta pada prosa “Sajak Agroekosistem”. Saya merasa jatuh cinta pada proses pembuatan prosa tersebut. Di mana saya merasa membuat prosa dengan hati banget hahaha. Padu antar-kalimat dan antar-baitnya pun boleh dibilang saling berkorelasi satu sama lain. Intinya, saya suka dengan prosa yang pertama kali diterbitkan itu. Kalau kamu?
Which #ProsaSelasa is your favorite? Sharing, please :)



10 comments:

The Conjuring 2: Bukan Film Horor

21.58 Awaldi Rahman 24 Comments


Durasi Baca: 7-7 Menit


Jenis Film : Horror, Thriller
Produser : Rob Cowan, Peter Safran
Sutradara : James Wan
Penulis : Chad Hayes, Carey W. Hayes, James Wan, David Leslie Johnson
Produksi : Warner Bros. Pictures

Dilihat dari trailer filmnya, mungkin beberapa dari kita ada yang menilai biasa saja horornya atau bahkan bisa menjadi mimpi buruk tersendiri nantinya karena dinilai begitu horor. Dalam video ringkas film tersebut, memang sang penampakan terlihat hanya satu atau dua kali menampakkan dirinya. Berbeda dengan film aslinya. Bahkan kalau boleh saya bilang, trailer tersebut terkesan jauh berbeda horornya ketimbang apabila sudah menontonnya langsung.
Saya sendiri baru menonton film The Conjuring 2 ini pada awal pekan, 20 Juni 2016. Selisih 10 hari dari jadwal penayangan perdana di Cinema XXI yang jatuh pada 10 Juni 2016. Ah, tak apa. Meskipun sudah banyak review dan spoiler sana-sini tentang film ini, hal itu tidak mengurungkan niat saya untuk tetap menyaksikannya langsung di bioskop. Tsah.

PLOT.
Berbeda dari film pertamanya, di The Conjuring 2 ini sang sutradara, James Wan, menghadirkan banyak plot twist yang membuat saya sedikit ragu dalam menebak dan lebih menerka-nerka akan kelanjutan dari setiap scene-nya. Beberapa mungkin ada yang bisa tertebak, namun rasanya lebih banyak yang tidak bisa ketebaknya. Duh, biar Ed sama Lorraine aja yang paranormal, kamu jangan hahaha.
source: imdb.com
  
TOKOH.
Sepengamatan saya ketika menyaksikan film ini, setiap tokoh menjalankan perannya dengan begitu baik. Akting mereka saya nilai begitu luar biasa. Terlebih Madison Wolfe yang berperan sebagai Janet. Menurut saya, bertingkah layaknya orang kerasukan itu bukanlah suatu hal yang terbilang mudah. Pasti dibutuhkan latihan berulang kali dan keahlian tersendiri dari pemerannya.

KONFLIK.
Konflik awal dari film ini dipicu oleh papan permainan semacam Ouija yang dibuat sekaligus dicoba mainkan oleh Janet Hodgson bersama kakaknya, Margareth. Tanpa disadari, perbuatan kedua anak Peggy tersebut menjadi mimpi buruk yang terus menghantui keluarganya di hari-hari selanjutnya.
Bermula dari Janet yang kerap kali melakukan tidur sembari berjalan atau istilah lainnya sleepwalking, sampai pada akhirnya Margareth (Kakak Janet) dan Billy (Adik Janet) pun turut diganggu oleh roh jahat yang mengaku bernama knock knock. Eh, maksud saya bernama Bill Walkins, sang pemilik lama rumah yang saat itu Peggy singgahi sepeninggal pergi suaminya beserta keempat anaknya.
Kejadian aneh lainnya pun turut hadir di hari-hari berikutnya. Sampai pada akhirnya, kejadian-kejadian aneh yang terus mengganggu keluarga Peggy ini menjadi salah satu berita yang disoroti oleh media massa setempat. Peggy beserta keempat anaknya pun memutuskan untuk meminta bantuan kepada tetangga depan rumahnya agar diperbolehkan singgah sampai keadaan di rumahnya membaik. Meski mereka berpindah tempat singgah begitu, tak berarti mereka berhenti diganggu oleh roh-roh jahat. Pasalnya, mereka masih saja diganggu oleh wujud mengerikan pria bengkok pada mainan Billy yang menjadi kian nyata.
 
source: cineplex
Lalu, dikirimlah Ed dan Lorraine oleh pihak gereja untuk ikut membantu menangani kasus ini. Konon, kedatangan mereka berdua membuat roh jahat yang ada pada rumah itu tidak suka dan menjadi sebab semakin banyak gangguan-gangguan yang timbul pada keluarga Peggy, khususnya Janet. Semakin tidak suka, semakin liciklah pemikiran dari roh jahat ini. Hal tersebut tergambar pada scene di mana Janet tertangkap basah berpura-pura sedang kerasukan dan menghancurkan segala isi dapur rumah. Padahal, hal itu merupakan permintaan dari sang roh jahat agar pasangan Ed dan Lorraine ini pergi.
 
source: cineplex
Klimaksnya, pasangan supranatural ini mendapatkan petunjuk bahwa hal-hal yang dialami tersebut terdapat roh jahat lain dan lebih kuat yang menutupi penerawangan mereka berdua. Selama ini, sang Kakek Bill ini diperdaya oleh iblis bernama Valak. Valak pula yang membuat Ed harus berjuang sendirian lebih dulu menyelamatkan Janet, sedangkan Lorraine terkunci di luar rumah. Barulah beberapa waktu kemudian Lorraine bisa masuk ke dalam rumah dan mengusir Valak kembali ke neraka. Akhirnya, Ed dan Janet pun terselamatkan dari marabahaya di waktu yang pas. Karena jika Lorraine telat menyelamatkan keduanya, bisa lain lagi ceritanya dan menambah durasi film tentunya hehehe.

TETAPI, INI BUKAN FILM HOROR.
Sekali lagi, saya katakan ini bukan film horor. Ya, film ini bukan film bergenre horor pada umumnya. Berbeda dengan The Conjuring pertama yang mungkin dinilai lebih horor daripada yang kedua ini. The Conjuring 2 ini berhasil dibuat lebih menghibur oleh Wan. Jadi, tak melulu scene menyeramkan dan menegangkan para penontonnya.
Satu hal yang begitu saya soroti sekaligus nikmati dari film ini, alunan lagu Can’t Help Falling in Love-nya Elvis Presley dan lagu Bee Gees pada tahun 70-an ini merubah segalanya. Merubah suasana seketika. Meredamkan rasa tegang dalam benak dan debar dalam dada. Mendadak saya merasa seperti nonton film Ada Apa dengan Cinta, If I Stay, Habibie Ainun, atau bahkan sejenis serial FTV. Suasana keakraban dalam sebuah keluarga dan suasana keharmonisan sepasang kekasih. Ah, berhasil membuat baper dalam sekejap rasanya.
Selain itu, sutradara berumur 39 tahun ini juga memberikan unsur humor dalam filmnya. Suatu hal yang mungkin di luar dugaan memang, ketika memilih menonton film horor namun disajikan unsur komedi. Menurut saya, hal itu merupakan sesuatu yang fresh dan membuat The Conjuring 2 ini semakin apik.

RATING.
8.5/10

Marry him/her? Hm.

24 comments:

Antara Diriku dan 3 Maret

16.49 Awaldi Rahman 19 Comments


Durasi Baca: 5-5 Menit

Rabu, 2 Maret 2016
Malam itu, saya memilih tidur sedikit larut dari biasanya. Menunggu sesuatu hal yang barangkali ingin disampaikan tepat ketika tengah malam tiba. Namun, semua itu hanya ekspektasi belaka saja. Hal yang diharapkan tak kunjung terjadi. Saya memutuskan untuk merebahkan badan. Jatuh dalam tidur yang nyenyak.

Kamis, 3 Maret 2016
Ternyata, sesuatu yang ditunggu ketika tengah malam tadi baru terwujud ketika saya sudah berada dalam buaian mimpi. Tepatnya di sepertiga malam. Tak apa, setidaknya hal tersebut masih membuat saya merasa senang.
“Terima kasih doanya ya. Nanti malam makan bareng, yuk? Aku yang traktir” Balas saya.
“Boleh. Hayuk :)” Balasnya sejurus kemudian, membuat saya tersenyum sendiri.
Hari itu, aktivitas kuliah berjalan seperti biasa. Jadwal mata kuliah hari Kamis sendiri adalah Dasar Manajemen Agribisnis. Mata kuliah ini berlangsung dari pukul delapan hingga sepuluh pagi. Saya ingat betul ketika itu dosen saya, Bu Luci, menjelaskan mengenai hakikat dan tujuan dari manajemen itu sendiri.
Dua jam berlalu begitu cepat. Mata kuliah Dasar Manajemen Agribisnis selesai. Kegiatan perkuliahan di hari itu pun selesai –karena di hari Kamis memang hanya ada satu mata kuliah.
Selesai kelas, saya beranjak pergi menuju Student Center (SC) Fakultas Pertanian untuk mengerjakan salah satu persyaratan pendaftaran anggota Persma Genera, salah satu perhimpunan di fakultas yang mewadahi minat mahasiswa dalam bidang jurnalistik. Salah satu tugasnya saat itu adalah membuat artikel tentang isu menarik yang terjadi dalam dua pekan terakhir. Saya sendiri membuat artikel yang berjudul “Kantong Plastik Tak Lagi Gratis” dan benar-benar baru memulainya dari awal saat itu juga hahaha.
Ketika sedang asik mengerjakan artikel yang terbilang baru setengah jadi, tertiba ceu Sarah menyapa kemudian mengajak saya untuk mengobrol bersama Manajer Kemahasiswaan, Pak Gema, di ruangannya yang berada di gedung dekanat. Tanpa berpikir panjang, saya pun menerima ajakan ceu Sarah. Karena kebetulan di sana ada Aqbil, teman sekelas saya, maka saya minta tolong titip laptop beserta tas saya kepadanya. Setibanya di ruangan Pak Gema, terlihat ada seorang mahasiswi yang tampaknya sedang ada keperluan dengan beliau sehingga membuat saya dan ceu Sarah harus sedikit bersabar menunggu. Setelah urusan mahasiswi tersebut selesai, Pak Gema menyapa lalu kami pun berada dalam obrolan panjang terkait PKM dan salah satu program kerja kementrian kami.
Obrolan yang memakan waktu cukup lama. Cukup menyita waktu saya untuk mengerjakan tugas artikel yang belum rampung. Terlebih lagi saat itu saya sudah konfirmasi akan melakukan wawancara tepat pukul dua siang. Setelah selang Dzuhur dan rehat sebentar, saya pun kembali mencoba merampungkan artikel yang semakin mendekati waktu deadline. Tak disangka, the power of deadline saat itu berdampak pada otak saya yang dipicu untuk berpikir lebih cepat dan jemari saya yang dipacu untuk mengetik lebih sigap. Alhasil, artikelnya selesai dan saya bisa hadir tes wawancara tepat waktu.
Seharusnya, agenda saya selanjutnya adalah rapat pekanan Kementrian Penalaran dan Keilmuan (PK). Tetapi, karena satu dan lain hal terpaksa harus dipindah dari setelah Ashar menjadi setelah Maghrib. Catatan tambahan, saya diminta ceu Sarah untuk tidak pulang ke kosan sampai rapat nanti berlangsung. Jadilah saya mahasiswa gabut di kampus sampai waktu Maghrib tiba.
Usai Maghrib, rapat PK pun dimulai. Tiap anggota dipersilakan untuk memaparkan kabar diri beserta laporan perkembangan dari tanggung jawabnya masing-masing. Saya sendiri memaparkan tanggung jawab saya yaitu Faperta Juara, di mana saat itu sudah memasuki H-9 acara. Ketika sedang asyik memaparkan, tertiba Ujang, salah satu rekan PK saya menyampaikan suatu kesalahan saya dalam perihal dana usaha acara tersebut. Menurut saya, laporan tersebut terkesan dibuat-buat dan selalu diungkit-ungkit olehnya. Jadilah selama rapat itu saya ngambek. Baru setelah rapat usai, saya laporan ke ceu Sarah, selaku Menteri PK saya, bahwa saya murung selama rapat karena laporan Ujang tadi. Lalu, ceu Sarah menyarankan agar tak usah terlalu dipikirkan dan diambil hati. Saya pun mengiyakan.
Curhat usai. Lantas, saya segera beranjak untuk traktir makan malam bersama.
Saya mengajaknya untuk terlebih dahulu bertemu di pertigaan suatu jalan sebelum menuju ke tempat makan. Sesampainya kami di pertigaan jalan tersebut, dia merajuk meminta senter yang beberapa waktu sebelumnya saya pinjam. Mau dipakai, katanya. Berhubung senternya ada di kamar kosan saya, akhirnya kami berdua beranjak ke kosan saya. Jujur, di sana saya kembali merasa sangat bete karena saat itu saya berpikir untuk bergegas cepat makan malam bersama sebelum malam menjadi semakin larut dan tempat makannya akan tutup. Tetapi, dengan santai saya malah diajak untuk mengambil senter dulu di kosan. Haft.
Sesampainya di depan gerbang pintu kosan, saya merogoh tas depan saya untuk mencari kunci kamar kosan. Karena di sana merupakan tempat biasa saya menyimpan kunci kamar kosan saya. Namun, setelah cukup lama merogoh tas bagian depan, saya tak kunjung juga mendapatkan kunci tersebut.
“Loh, kunci kosanku kok gak ada ya? Di mana ya? Apa aku lupa cabut ya tadi pagi?” Tanyaku sedikit gelisah.
“Iya, mungkin kamu lupa cabut dari pintu kali tadi pagi. Itu juga gerbangnya belum digembok kok” Balasnya.
Benar juga sih pintu gerbang kosannya belum tergembok seperti biasanya, pikirku. Tanpa berpikir dua kali, saya buka pintu gerbangnya dan beranjak masuk menuju kamar saya berada.
Lantas, saya coba buka pintu kamarnya. And then.....
SURPRISE!” Ucap segerombolan orang dengan kompak.
Saya terkejut luar biasa ketika itu. Perasaan yang semula bete, menjadi bahagia. Mendadak kamar saya yang awalnya bisa dikatakan berantakan, menjadi rapi begitu saja bahkan terdekorasi indah hahaha. Di sana hadir orang-orang yang telah berhasil membuat hari itu menjadi salah satu momen yang tak terlupakan dalam hidup saya. Rekan-rekan PK BEM dan Keluarga Pertanian lainnya. Teman-teman seangkatan ketika jenjang SMP dan SMA. Teman-teman masa perkuliahan. Bahkan, teman hidup (?) heuheu. Terima kasih banyak, gengs!

Behind the story.
·    Kunci diambil oleh Aqbil dan Yudistira. Ya, tanpa saya sangka mereka merupakan salah satu bagian dari suksesi syukuran ulang tahun saya. Mereka mengambil kunci kamar kosan saya ketika saya sedang diminta bantuan oleh ceu Sarah untuk menemaninya bertemu dengan Pak Gema. Setelah itu, kunci tersebut mereka serahkan lagi ke oknum yang lebih utama dari syukuran itu.
·   Rapat PK dipindah waktu merupakan bagian dari skenario. Ternyata, rekan satu bidang saya di BEM ini sudah menjadi bagian dari skenario besar akan surprise ulang tahun saya tersebut. Jadilah mereka bersekongkol mendiskusikan bagaimana caranya agar saya tidak pulang ke kosan lebih awal. Karena ketika sore hari, pendekorasian kamar kosan saya sedang berlangsung.

·        Ujang sengaja membuat saya merasa bete. Satu hal yang harus saya akui bahwa ini bisa dibilang salah satu keahlian dari Ujang. Rasanya, tak perlu sampai pusing memikirkan bagaimana caranya membuat saya kesal. Dia sudah tau letak titik kelemahan saya. Berhasil pula! Sungguh mengesalkan kau, Ujang! Hahaha.

Setelah semua itu berakhir, rencana saya untuk traktir makan bersama pada malam itu dibatalkan karena faktor waktu yang sudah mulai larut. Namun, saya tetap membayar janji tersebut di lain hari.
Jadi, ada apakah antara diri saya dengan tanggal 3 Maret? Jelas, di sana terdapat sepotong kebahagian dalam hidup yang kemudian akan terkenang rapi. Mungkin pada memori, pun pada hati yang entah di bagian mana.

Thank you so much, gengs!

Setelah terpendam cukup lama di draft, akhirnya terposting dengan lega
Pukul 23.08 WIB
Jatinangor, 24 Juni 2016

19 comments:

#ProsaSelasa: Filantropi Lain Hati

22.01 Awaldi Rahman 16 Comments

 

“Filantropi Lain Hati”
Durasi Baca: 5-5 Menit

Bersamaan detak-detiknya waktu
Terlintas indah itu pada wajah tersenyum
Seakan tersihir pesona dalam bayangmu
Isyarat bahwa akulah sang pengagum

Berpapasan kita tapi tidak saling tatap
Di depan outlet di sebuah pusat belanja
Lirikku pada wajah senyummu sekejap
Dan yang demikian itu kurekam secara sempurna

Dalam diam berdegup kencang hatiku
Melihat binar bola matamu di keramaian
Dalam diam aku hanya bisa memandangmu
Berjalan santai menjauh dengan perlahan

Perlahan aku mulai mengerti
Mengerti aku tak bisa memungkiri perasaan
Perasaan yang tersirat di dalam hati
Hatiku nampak terjangkit cinta sejak awal pandangan

Semua itu menghantarkanku pada bahagia
Meski aral gendala menjadi jurang pemisah
Namun, bagiku mengagumi bukanlah sebuah dosa
Melainkan melipur hati yang gundah

Gundah aku untuk berkata terus terang
Terang saja, bayangmu dihatiku bertahta
Mengambil alih kuasa diri ini terbilang
Dalam mimpiku di dunia ini hanya ada kita berdua

Apa dayaku jika tak sesuai dengan praduga
Rasa yang lama terpendam, tak tersentuh
Apa dayaku jika berbeda realitanya
Puja rasa yang terbendung, tak terengkuh

Aku mengagumimu, kamu mimpiku
Citra manis di kisah filantropi romansa
Tapi kamu mengaguminya, dia mimpimu
Citra manis untuk kisah filantropi berbeda

Mungkin ini memang sulit tuk diartikan
Aku juga sukar untuk menerjemahkan
Kisah kasih akan seseorang yang kukagumi
Ternyata menyimpan kagum pada lain hati

HIA – MAR
Sudan – Sumedang
25 Februari 2016

-0-0-0-

Baca #ProsaSelasa sebelumnya: Hanya Mengenangmu
Filosofi #ProsaSelasa: Filantropi Lain Hati
Selamat hari Selasa para penikmat #ProsaSelasa!
Berbeda dari #ProsaSelasa sebelumnya, kali ini kami mencoba mengambil tema yang bisa dibilang sedikit melankolis dan cukup membuat pembacanya diselimuti rasa galau. Saya, selaku penulis tidak mau bertanggungjawab akan efek samping yang dirasakan setelah membaca prosa kali ini ya hahaha.
Inspirasinya, datang dari rekan-rekan dalam satu organisasi. Sekitar bulan Februari lalu, saya dihadapkan pada sebuah kegiatan yang bernamakan Latihan Dasar Organisasi (LDO). Pada kegiatan tersebut, saya bersama rekan satu bidang, Penalaran dan Keilmuan (PK), diminta untuk mempersiapkan sebuah penampilan yang nantinya akan ditampilkan pada malam keakraban. Setelah berdiskusi, diambil kata sepakat bahwa kita akan menampilkan pembacaan puisi secara bergantian atau puisi berantai. Tema yang diambil adalah mengagumi seseorang yang ternyata orang tersebut mengagumi orang lain lagi. Terlebih lagi, saya yang diminta untuk membuatkan puisi tersebut. Akhirnya, saya kembali mengajak karib saya untuk bersama menggarap tantangan pembuatan puisi tersebut. Alhasil, setelah menghabiskan waktu kurang lebih sehari, kami berdua sukses merampungkan prosa ‘Filantropi Lain Hati’ ini.
Setelah itu, saya kirimkanlah prosa tersebut kepada rekan-rekan PK untuk diminta tanggapannya terlebih dahulu. Tanpa diskusi panjang lebar, mereka sepakat-sepakat saja dengan apa yang telah dibuat oleh kami berdua.
Sesekali mencoba membaca secara bergantian sesuai dengan urutan yang telah disepakati sebelumnya. Hingga pada akhirnya, saya bersama rekan-rekan PK sukses menampilkan puisi berantai tersebut. Bahkan, penampilan tersebut menjadi satu dari tiga nominator penampilan terbaik. Luar biasa!
Ya, semua itu bermula karena sebuah pertemuan tanpa disengaja di depan sebuah outlet pusat perbelanjaan. Terekam sempurna kejadian tersebut menjadi sebuah kenangan. Waktu itu, dia tersenyum dengan manis mengalihkan, membuat hati berdegup kencang dalam keramaian. Perlahan, tercipta rasa kagum atau bisa jadi lebih di hari keesokan.
Namun, ekspektasi tak sepihak dengan realita.
Aku mengagumimu, kamu mimpiku. Tapi kamu mengaguminya, dia mimpimu”. Ah, rasanya kalimat itu terasa begitu menyesakkan di dada. Di saat kita berharap ingin memilikinya dan ingin bersamanya. Namun, dia ingin bersama yang lain. Bersama orang yang dikaguminya. Oh, so sad.
Nah, apakah kamu pernah merasakan hal serupa?

Lantas, bagaimana kamu menyikapinya?

16 comments:

#ProsaSelasa: Hanya Mengenangmu

13.08 Awaldi Rahman 16 Comments


Durasi Baca: 4-4 Menit
Hanya Mengenangmu”

Tetangga baru
Tinggal di sebelah rumah warna biru
Yang datang ditemani indahnya pelangi
Bersamaan pula tibanya musim semi
Di malam pertama ketika bertetangga
Kami saling bertukar kenal satu dan lainnya
Bercerita roda putar hidup nan bertautan
Tentang kemarin, kini, dan masa depan
Seiring waktu berlalu dari masa ke masa
Jadilah kami rekan akrab, mitra juga kolega
Lingkar lengan pada pundak ini tetap terpatri
Selalu sedia membantu untuk bangun berdiri lagi
Kami saling dorong mendorong terhadap kebajikan
Kami pula kompak bersama memaki kenistaan
Di sana ada maksud, di sana ada makna
Bujuk dan tegah dikidungan bahasa
Menaruh simpati pada kehidupan
Kami berharap torehkan sejarah murni keemasan
Begitulah sahabat sejati dalam definisi
Kenangannya meninggalkan bekas pada sanubari
Menjadi inspirasi sajak yang kurampungkan di pertengahan malam
Atas kepergianmu yang bahkan tanpa meninggalkan salam

HIA – MAR
Sudan - Sumedang
13 Februari 2016

-0-0-0-

Baca #ProsaSelasa pekan lalu: Rindu Tiga Belas Baris
Filosofi #ProsaSelasa: Hanya Mengenangmu:
Halo pembaca setia awaldirahman.com! Halo para penikmat #ProsaSelasa! Halo kalian yang menantikan #ProsaSelasa terbit lagi! Long time no see, ya! Jujur, rasanya antara satu Selasa dengan Selasa lainnya itu terasa berlalu cepat sekali. Rasanya baru pekan lalu berusaha untuk merampungkan prosa tentang ‘Rindu Tiga Belas Baris’, ternyata saya melewatkan banyak Selasa untuk menerbitkan prosa dan sekarang inilah waktu seharusnya untuk menerbitkan prosa baru lagi.
Semoga apapun aktivitas kita, di mana pun kita beraktivitas, menjadi nilai manfaat dan kebaikan tersendiri bagi kita yang menjalankannya. Aamiin.
Apakah kalian memiliki sahabat? Tertiba merindukan sahabat? Atau, saat ini tengah berkumpul bersama para sahabatnya? Yap! #ProsaSelasa kali ini hadir bertemakan persahabatan. Dibuatnya prosa ini, awalnya ditujukan untuk mengikuti salah satu event lomba puisi tingkat nasional. Ketika rampung, bermodalkan kalimat basmalah dan tanpa ragu langsung saya kirimkan ke alamat email penyelenggara lombanya. Alhasil, setelah menunggu sebulan lamanya, belum beruntung puisi tersebut untuk keluar sebagai pemenang dalam lomba tersebut. Ah, tak masalah. Lebih baik mencoba daripada tidak sama sekali. Karena tak semua yang mencoba itu gagal, bukan? Tetapi, dalam perkara ini mungkin saya belum beruntung saja hehehe. Ya, saya lebih suka menyebutnya belum beruntung dibanding dengan kata gagal.
Awal #ProsaSelasa di atas bercerita tentang sebuah keluarga –keluarga pemeran utama– yang kedatangan tetangga baru –keluarganya. Sedari hari pertama mereka bertetangga, mereka saling bertukar nama dan cerita satu sama lain. Mereka berbincang seolah-olah layaknya karib lama yang dipertemukan kembali.
Relatifnya waktu menghantarkan mereka dari satu masa ke masa lainnya. Atas dasar nama waktu juga yang menjadikan mereka sepasang rekan yang semakin akrab. Selalu ada lingkar lengan yang akan hadir di pundak jika salah satu membutuhkan sebuah bantuan. Mereka saling mengajak dalam halnya kebaikan, pula saling menasehati dalam halnya keburukan. Entahlah, tetapi hal itulah yang lambat laun membuat mereka semakin mengenal dan merasa dekat satu sama lain. Hal itu pula yang diharapkan dapat menjadi pembangun semangat untuk mewujudkan mimpi-mimpi mereka.
Sejatinya, begitulah sahabat dalam definisi.
Semua kejadian yang telah dijalani, dilewati, dan dilalui bersama biarlah rapih tersimpan menjadi sebuah kenang yang pantas untuk dikenang. Memilki tempatnya tersendiri di sanubari. Relung dari tiap-tiap hati. Berbekas sehingga lahirlah pada pertengahan malam nan syahdu sebuah sajak karena terinspirasi.
Namun, satu hal yang tak bisa dipungkiri, satu cerita yang memang nyata telah terjadi, satu bagian yang mungkin terlewati. Ternyata, sahabat itu telah pergi. Ternyata, sahabat itu telah pergi bahkan jauh sebelum sajak ini dirampungi. Pergi begitu saja, tanpa meninggalkan sepatah kata salam. Ironi sekali.
Kalau sahabat pembaca #ProsaSelasa, apakah kalian memiliki sahabat dan apa makna sahabat bagi kalian?

16 comments:

Bedah Buku Dilan

23.19 Awaldi Rahman 47 Comments


Durasi Baca: 7-7 Menit

“Di, udah baca buku Dilan belum?” Tanya salah seorang teman SMA saya.
“Belum, kenapa?” Jawabku.
“Yah, tadinya kalau udah baca mau aku rekomendasiin kamu jadi moderator bedah buku Dilan, Di”
“Yah, beluuum”
Kalau tidak salah mengingat, percakapan itu terjadi di sebuah odong-odong yang menghantarkan kami menuju fakultas masing-masing. Hari itu perkuliahan berjalan sebagaimana biasanya.
Dari percakapan tersebut, pikiran saya kembali terbang menuju tahun 2013 silam, Ketika saya diberikan kepercayaan untuk menjadi seorang moderator dalam workshop menulis bersama Tere Liye. Seorang Tere Liye? What an awesome moment! Di mana pada saat itu yang menunjuk saya menjadi moderator adalah orang yang sama, menanyakan pada saya sudah membaca buku Dilan atau belum. Padahal kalau saya sudah membacanya akan dijadikan salah satu rekomendasinya. Kesempatan yang tidak kalah luar biasa tentunya. Namun sayang, belum rezekinya saya mungkin hahaha.
Beberapa hari setelah percakapan di atas terjadi, kampus diramaikan dengan berita bahwa bedah buku Dilan bersama Pidi Baiq akan diadakan pada 2 Juni 2016 yang diselenggarakan oleh teman-teman dari Fakultas Ilmu Komunikasi Unpad –termasuk teman saya tadi. Pembelian tiket pun sudah bisa dimulai semenjak saat itu juga.
 
Poster Bedah Buku Dilan
Karena saya belum membaca kedua buku Dilan, saya mengurungkan niat untuk membeli tiket bedah buku tersebut lebih awal dan memutuskan untuk meminjam kedua buku Dilan kepada salah seorang teman saya lalu membacanya.
Jujur, kali pertama saya membaca bukunya, saya langsung dibuat jatuh cinta dengan pemikiran-pemikiran penulisnya yang bisa dibilang out of the box. Kreatif. Brilliant! Hal tersebut sempurna menjadikan saya penasaran akan wujud asli dari sesosok Pidi Baiq atau biasa dipanggil Ayah oleh khalayak ramai. Akhirnya, satu hari sebelum acara bedah buku Dilan berlangsung, saya memastikan bahwa satu tiket sudah aman berada di tangan saya.

Kamis, 4 Juni 2016, Pukul 13.00 WIB
Karena hari itu tidak ada kegiatan perkuliahan, maka saya putuskan untuk hadir lebih awal di Bale Pabukon, Universitas Padjadjaran. Saat itu, suasana di sana masih terbilang belum ramai oleh pengunjung. Namun, beberapa waktu kemudian, Bale Pabukon mulai ramai oleh para pengunjung dan terkhusus bagi mereka yang ingin hadir di bedah buku Dilan bersama Ayah Pidi Baiq.
Acara bedah buku Dilan pun dimulai. Sebagai pembuka, kami para peserta disuguhkan penampilan bintang tamu terlebih dahulu. Tama dan Umen, mereka membawakan dua buah lagu yang bernuansakan sastra. Salah satu lagu yang dibawakannya adalah Sabda Alam.
 
An AwesomeShow from Tama Umen :)
Setelah penampilan pembuka tadi, moderator masuk mengambil alih acara bedah buku Dilan lalu mempersilahkan Ayah Pidi Baiq untuk memasuki ruangan utama. Semua peserta bertepuk tangan riuh. Lalu, hal pertama yang dilakukan oleh Ayah adalah meminta para peserta untuk lebih merapat seolah seperti sedang berada di rumahnya.
 
Lebih Dekat Bersama Ayah
Sesi bedah buku pun dimulai. Pertanyaan demi pertanyaan dilontarkan oleh moderator dan dijawab satu per satu dengan santai. Ayah bercerita bagaimana proses penciptaan karakter Dilan dan Milea yang bisa dibilang sampai menjadi inspirasi bagi kisah percintaan banyak orang, kenapa Dilan dan Milea tidak terpikirkan untuk kembali bersama dan memutuskan untuk hidup bersama orang lain, bagaimana proses pembuatan film dari novel Dilan ini hingga bocoran bahwa novel Dilan yang ketiga akan diterbitkan pada Ramadhan ini, loh! Selama sesi sharing tersebut, jadilah acara bedah bukunya dibuat semakin seru oleh Ayah. Beliau sangat inspiratif dan luar biasa sekali. Beberapa kali, pertanyaan dengan jawaban yang diberikan oleh Ayah melantur jauh sehingga mengundang tawa para peserta yang hadir.
 Melalui bedah buku Dilan ini, saya mendapatkan beberapa quotes menarik dari Ayah kepada para peserta bedah buku yang hadir pada siang itu. Langsung saja, simak kuy!

Quotes 1:
“Jangan datang ke seorang perempuan untuk membuatnya menjadi mau. Tetapi, datanglah ke seorang perempuan karena ingin membuatnya senang.”
Kalau dipikir lagi secara seksama, mungkin mereka yang datang kepada seorang wanita karena ingin membuatnya senang adalah mereka yang bisa dikatakan seorang pria sejati. Setuju? Ah, mungkin ini menjadi salah satu perenungan bagi kaum lelaki, termasuk saya pribadi tentunya hehehe.
Quotes 2:
“Hujan itu bagi yang tak berakal akan menjadikannya keluh, tetapi bagi yang berakal akan menjadikannya payung. Sakit bagi yang tak berakal akan menjadikannya keluh, tetapi bagi yang berakal akan menjadikannya obat.”
Pernyataan di atas perihal bagaimana cara merubah sudut pandang kita terhadap sesuatu. Merubah mindset kita akan suatu hal. Perspektif yang awalnya menyatakan bahwa masalah, dirubah sudut pandangnya menjadi bagaimana memanfaatkan permasalahan tersebut agar bisa menjadi sesuatu hal yang menguntungkan.
Quotes 3:
“Jangan berpikir bagaimana caranya untuk menjadi orang besar. Tetapi, berpikirlah untuk menjadi bagian dari orang yang berkarya guna memajukan bangsa.”
Sekali lagi, ini bagaimana tentang perspektif kita memandang suatu hal. Janganlah kita berpikir bagaimana caranya menjadi orang besar. Tetapi ubahlah paradigma tersebut menjadi bagaimana cara menjadi orang yang bisa melahirkan karya-karya besar yang dapat memajukan bangsa.
Quotes 4:
 “Masa lalu adalah urusan perasaan. Masa depan adalah urusan pemikiran.”
Ayah bilang bahwa masa lalu itu urusan yang melibatkan perasaan. Tetapi, masa lalu itu tak melulu sesuatu hal yang harus dijadikan bahan galau setiap saat. Karena masa lalu juga merupakan bagian dari sejarah yang bisa dijadikan sebuah bahan pembelajaran bagi kita untuk menjalani hari esok yang akan datang. Sedangkan, berbicara masa depan adalah kita berbicara urusan pemikiran. Berbicara tentang rencana kita selanjutnya. Berbicara tentang persiapan dan kesiapan.
Masa depan, sudahkah kita siap menjalaninya?
Quotes 5:
“Sakit hati itu potensi. Karena di sana bisa lahirlah sebuah puisi.”
Pernah menonton film Tenggelamnya Kapal Van Der Wijk? Di mana ketika Zainudin ditinggal pergi oleh kekasihnya, Hayati. Ditinggal pergi karena memilih hidup bersama seorang saudagar kaya yang lebih berada. Semenjak hari itu terjadi, hari demi hari Zainudin semakin buruk kondisinya. Sampai di mana pada sebuah titik balik, Zainudin mulai bangkit dengan merubah kisahnya yang pedih itu menjadi sebuah novel yang kemudian dijual kepada masyarakat umum. Jadilah ia seorang sastrawan besar.
Kisah tersebut mengajarkan kepada kita semua untuk tidak larut dalam kesedihan. Sakit hati itu bukan sepenuhnya musibah melainkan masih ada secercah potensi yang bisa dioptimalkan. Potensi untuk melahirkan sebuah puisi, potensi untuk melahirkan novel, potensi untuk menghasilkan banyak karya-karya besar lainnya.

Sebelum sesi foto bersama Ayah Pidi Baiq, diselipkan terlebih dahulu oleh penampilan dari Lily White. Bermodalkan tiga lagu yang dibawakan, Lily White terbilang mampu menghibur para peserta bedah buku yang mengikuti sampai penghujung acara tersebut.
 
Solo Performance from Lily White
Selesai penampilan dari Lily White, para peserta dipersilahkan berdasarkan baris duduknya untuk bergantian melakukan foto bersama. Barulah setelahnya sesi pinta tanda tangan dan foto bersama. Sesi inilah yang mungkin paling ditunggu oleh para peserta bedah buku. Terlihat dari antusiasme mereka yang sampai membuat sebuah antrean panjang. Termasuk saya pribadi ikut mengantre juga hehehe.
 
Budayakan Antre, Ya!
And Then, With Ayah Pidi Baiq!


Terima kasih, Ayah, sudah melahirkan tokoh panglima tempur Dilan dan tokoh Milea sebagai wanita yang luar biasa perangainya. Ditunggu Dilan bagian tiganya ya, Ayah Pidi Baiq!

47 comments: