Sepuluh Jiwa Sepuluh Warna (Eps 01)

01.17 Awaldi Rahman 32 Comments

Source image: Flickr.com

Durasi Baca: 4-4 Menit

Rintihan air itu terus turun perlahan lalu membasahi aspal, rerumputan, tanah, atap-atap gedung dan membungkus seluruh kota Paris menjadi serba basah.  Menyenangkan. Membuat suasana di luar terlihat damai dan tentram. Kota ini seolah diguyur oleh air yang begitu saja dituang dari langit. Ketukan-ketukan halus terdengar dari setiap rintik air yang menyentuh jendela kaca di depanku.
Aku menghela nafas panjang, Pelan jemariku menyentuh permukaan kaca yang berembun. Hawa dingin segera menjalar menyusuri seluk-beluk organisme yang ada  hingga sampailah pada lubuk hati yang paling dalam. Membuat seluruh perasaanku beku tak berdaya. 
            Jalan-jalan yang basah. Rumah-rumah dan bangunan dengan tekstur kebarat-baratan habis disepuh air hujan. Taman-taman yang menjelma bak permadani di taman surga, menampakan sirat air mancur yang cukup indah. Air yang memancar keatas, dan turun lagi ditemani rintik air hujan. Dan, pesona juwita muka gadis-gadis yang berjalan diseberang jalan dengan payung yang beranekaragam warnanya. Membuat kota terlihat lebih indah dengan warna-warninya.
 Sudah tiga jam ini hujan turun tiada henti. Wajar, karena memang sebulan terakhir kota Paris ini tak dihampiri oleh hujan. Pohon-pohon ontario di kanan-kiri jalan yang biasanya rimbun kini tinggal hanya beberapa saja yang dibalut air hujan. Pohon-pohon ontario itu tampak pasrah akan kebesaran Tuhan yang mengatur seluruh alam semesta. Dalam diam pohon itu menyerap air hujan untuk melakukan pertumbuhannya. Angin dingin terus menghembus perlahan dari arah utara ke arah selatan yang diikuti oleh air hujan. Angin itu menerobos pintu rumahku dan menusuk tubuhku hingga pori-pori yang paling dalam. Memakai satu pakain tebal saja tidak cukup bagiku. Apalagi musim dingin nanti. Dingin sekali pastinya. Membutuhkan dua atau tiga pakaian tebal.
Tak jauh, tampak Menara Eiffel, menara besi yang dibangun di Champ de Mars di tepi Sungai Seine di Paris. Menara ini telah menjadi ikon global Perancis dan salah satu struktur terkenal di dunia. Menara tertinggi kelima di Perancis dan paling tinggi di kota Paris ini. Menara yang dirancang oleh insinyur Gustave Eiffel ini konon telah dikunjungi lebih dari dua ratus jiwa sejak pembangunannya pada tahun 1889 dan menjadikannya monumen bertarif yang paling banyak dikunjungi. Menara ini setara dengan bangunan konvensional 81 tingkat. Petir menyambar. Membuatku terhentak kaget.
Rumahku sendiri berada di Barbizon Avenue, desa perancis dimana Sekolah Lukis Barbizon terletak. Jalan yang selalu riuh dengan lalu lalang para pejalan kaki dan lalu lintas mobil. Di seberang jalan berjejer rapih restoran khas makanan Prancis yang besar dan terbilang agak kuno. Lampu jaman dulu, meja dan kursi untuk para pelanggan yang ingin menyajikan hidangan diluar, dan karyawan-karyawan berseragam terlihat jelas dari sini.
Buku-buku tertumpuk beraturan diatas meja. Dan lampu portable yang lupa kunyalakan. Tanganku segera bergerak membuka layar Toshiba Notebook-ku yang berwarna hitam metalik. Sekedar berbincang-bincang lewat aplikasi messenger bersama karibku yang ada di Indonesia. Saling tanya kabar dan bertukar informasi. Untuk melepas jenuh juga.
Tingtungtingtung…bunyi bel pintu terdengar halus. Kuberpikir sejenak, siapa yang datang malam-malam seperti ini, hujan pula. Bergegas kubergerak menuju pintu, kuintip sedikit lewat lubang kecil yang memang dibuat untuk melihat siapa tamu yang datang berkunjung. Tidak terlihat jelas. Dua orang memakai jas hujan berwarna hitam. Lalu kubukakan pintu untuk mereka. Ya, tak salah lagi itu Adit dan Rangga. Mereka adalah teman-teman dekatku saat dibangku SMA.
Adit juga teman satu kampusku di Sorbonne, Universitas paling terkenal di kota Paris. Kami mengambil jurusan yang sama yaitu sastra. Dan saat ini kami tengah menjalani ujian akhir dan mempresentasikan skripsi yang telah kami buat dengan susah payah. Sedangkan Rangga kuliah di Universitas Negeri Paris atau Universite Paris Dauphine. Universitas yang paling terkenal dengan jurusan manajemennya. Dan saat ini Rangga sedang menunggu hasil ujiannya yang akan menentukan lulus atau tidak di program master ini.
“Ayo masuk.”
Adit dan Rangga pun masuk dan sibuk melepas jas hujannya masing-masing. Langsung duduk begitu saja tanpa kupersilahkan. Wajar. Memang itu sifat mereka sejak dulu. Belum berubah hingga sekarang.
“Ada apa kalian main ke rumahku malam-malam begini? Tumben sekali.”
“Haha, kebetulan aku dan Rangga habis dari taman dekat Istana Sceaux Dik. Saat kita dijalan pulang, tiba-tiba saja hujan semakin deras. Kebetulan tak jauh dari sana ada rumah kamu, jadi kita main saja sebentar, sekalian berteduh juga sampai hujan agak reda, hehe”
“Oalah, ada-ada saja kalian.”
Suasana hening sejenak. Hanya Rangga yang sibuk sendiri memakai sweater-nya.
“Ngomong-ngomong ngapain kalian berdua pergi ke taman?” tanyaku memecah keheningan.
“Sekedar cuci mata saja Dik. Daripada aku pergi sendirian, gak ada teman yang bisa diajak ngobrol, aku ajak saja si Rangga.”
“Ohh…oiya, kalian mau minum apa nih? Cappucino hangat mau?”
“Ahh, tak usah repot-repot Dik. Kita hanya sebentar saja kok.” Sahut Adit.
    “Sudah tidak apa-apa. Aku malah senang kok kalian main ke rumahku. Menghapus kesepian seketika. Aku juga ingin berbincang-bincang dulu dengan kalian. Kubuatkan cappucino hangat dulu ya!”
Tanpa memperdulikan apa jawaban mereka, langsung kubergegas menuju dapur dan membuat tiga cangkir cappucino hangat. Untuk memastikan enak atau tidaknya, aku hirup saja sedikit. Sluuurp. Mantap!!!
“Hey, ayo diminum dulu cappucino hangatnya”
Dengan cepat mereka menyambar cangkir-cangkir cappucino hangat yang kubuat itu. Sluuurp. Cukup untuk menghangatkan tenggorokan dan melepaskan rasa dahaga seketika.
“Aku jadi teringat saat kita masih SMA dulu Dik”
“Aku juga Dit, kangen sama anak-anak The Rainbow”
“Hahahaha” Kami tertawa bersama.
“Bagaimana ya keadaan mereka sekarang? Keadaan Cinta? Keadaan Hasan? Keadaan Widya? Keadaan Kenzie? Keadaan Amel? Keadaan Fira? Keadaan bang A..a..arya?” Tanya Rangga tentang kabar anak-anak The Rainbow yang tiba-tiba saja tertunduk pada saat menyebut nama bang Arya.
“Ahhh, sudah Ga, lupakan lupakan!” Kata Adit sambil menepuk bahu Rangga. Mungkin Rangga lupa  bahwa bang Arya telah tiada. Karena memang bang Arya adalah kakak kandung Rangga sendiri, yang selalu perhatian dengannya.
“Tadi Kenzie menyapaku di messenger, Senang sekali dia sekarang. Dia baru saja lulus dari program master jurusan MIPA di University College London. Rencananya dia ingin langsung pulang ke Indonesia, tak sabar berjumpa dengan keluarga katanya” Gumamku sekedar memberi kabar.
“Wah, makin sukses saja dia” Ujar Adit.

Bersambung...

32 komentar:

  1. mantap, klo sempat berkunjung ya, kali aja tertarik

    BalasHapus
  2. Saya suka cara kamu dengan menyampaikan reading time di atas mas ! :)
    top

    biar orang gak malas baca tulisan karena di awal sudah memperkirakan, meskipun tulisan panjang

    BalasHapus
    Balasan
    1. Nah, memang sejak awal tujuannya begitu mbak hehehe.

      Hapus
  3. Wuaaaahh, konsep ceritanya keren!

    @nurulrahma
    bukanbocahbiasa(dot)com

    BalasHapus
  4. Konsepnya bagus, cuman yah perlu penggalian yang lebih dalam lagi. Di tunggu part 2nya~

    BalasHapus
    Balasan
    1. Memang butuh riset lebih dalam untuk penulisan ini.
      Part 2 nya sudah ada juga kok :)

      Hapus
  5. Wah baru pertama baca cerpen yang dikasih waktu membacanya gini.
    Aku suka sama cerpennya, banyak memasukkan latar tempat yang seru di Paris. Ini pasti riset buat latar tempatnya lama banget ya.

    Eh iya, saranku di tiap paragraf kasih jeda satu enter lagi biar gak kelihatan penuh cerpennya.
    Ditunggu yang past ke2 :)

    BalasHapus
    Balasan
    1. Biar para pembaca bisa bantu pembaca memperkirakan durasinya aja sih sebenarnya mah.
      Yap, cukup lama berselancar di dunia maya untuk memperoleh informasi tersebut.

      Post yang episode kedua sudah ada kok. Terima kasih ya masukannya :)

      Hapus
  6. latar tempatnya menarik.. di paris, jadi keinget sama bataclan.
    tapi.. apa si rangga ini melakukan semacam study abroad?

    BalasHapus
    Balasan
    1. Paris, sebuah kota nan indah dan siapa yang tak mau kesana.
      Itu masih belum terungkap ya. Mungkin di episode selanjutnya dan selanjutnya atau selanjutnya lagi terungkap hehe.

      Hapus
  7. Gue pas atau gak ya sama waktu yg ditentukan. hehehe

    Bener kata abang @rizki Ramadhani.
    Tiap paragraf dikasih jeda bang. Agak engap bacanya bang.hehehe

    BalasHapus
    Balasan
    1. Wah lain kali make timer boleh tuh bang haha.

      Okay. Terima kasih masukannya :)

      Hapus
  8. Ada waktu membacanya baru pertama kalinya ni blogger seperti ini

    salut sama cerpennya terlebih latar belakang tempatnya
    kalau menurut gue ini sudah sangat bagus

    BalasHapus
    Balasan
    1. Untuk perkiraan saja mas itu waktunya haha. Terima kasih!

      Hapus
  9. Butuh 7 paragraf utk detail latar tempat. Itu membuat pembaca benar2 tau kondisi disitu. Dan itu keren

    BalasHapus
    Balasan
    1. Saya membuatnya memang dengan riset berselancar di dunia maya bang hehehe. Terima kasih loh ya.

      Hapus
  10. Wih, bagus nih ada perkiraan durasi bacanya. Kereeeen.

    Showingnya bagus, banyak dan keliatan realistis kalau bener bener ada di paris. Tapi kayaknya kata kata "cappucino hangat"nya kebanyakan deh. hehehe

    BalasHapus
    Balasan
    1. Ehiya ya? Duh, terima kasih loh mas atas kejeliannya hehe.
      Terima kasih juga sudah mampir :)
      Kayaknya kalau di komen ini banyak kata-kata terima kasihnya ya, Mas? Haha.

      Hapus
  11. gue kira settingnya siang hari, eh pas baca ke pertengahan ternyata malem toh.

    gue selalu suka cerpen yang menceritakan kota kota atau negara yang masih asing bagi gue. dan tulisan lo tentang paris ini.. leh uga. aaha

    by the way belum ada konflik ya di part satu ini. munkgin kalau ditambahin konflik akan lebih leh uga nih. atau meninggalkan pertanyaan di bagian terakhir karna ini semacam cerita bersambung. biar greget gitu. aha

    BalasHapus
    Balasan
    1. Niatnya sih ini mau dijadikan sebuah novel, Bang. Makanya kenapa di part satu ini belum begitu menghadirkan konflik. Baru sebatas perkenalan latar-latar yang ada aja gitu.

      Hapus
  12. Keren, Di. Aku baca komentar kamu di atas. Ini untuk di jadikan novel, ya?
    Kalau untuk di jadikan novel, aku rasa untuk pengenalan tempatnya sudah cukup lengkap. Banyak teknik showing yang kamu pakai untuk menggambarkan keadaan kota Paris. Berarti, tinggal menejelaskan sifat dari masing-masing karakternya lagi. Baru masuk babak ke dua, konflik. Terus, babak ketiga, konklusion. Semoga cepat rampung, ya.

    BalasHapus
    Balasan
    1. Iya, niatnya sih mau dijadikan novel pas dibuat lima tahun silam hehe.
      Aamiin. Terima kasih masukan yang membangunnya ya :)

      Hapus
  13. Menarik, kirain ini cerita AADC soalnya ada Rangga sama Cinta.hahaha
    Menarik baca novel yang disertai penjelasan seperti sejarah, seperti membaca bukunya Milan Kundera. Cuma di part 1 konfliknya belum kelihatan ya.. Ditunggu lanjutannya. :D

    BalasHapus
    Balasan
    1. Eh? Duh saya gak kepikiran sama sekali AADC loh mas ketika membuatnya haha.
      Iyap, masih intro nih di part 1 nya. Oke, terima kasih ya.

      Hapus
  14. Mending keep ajah tulisan ini buat jadiin novel Di. kayaknya seru..hehe
    gue asik sih baanya seolah gue sedang berada di sana di prancis padahal naik pesawat ajah gue belum pernah hahaha
    .
    waktunya tepat banget, kalau gue boleh tahu kenapa ditunjukin menit nya gitu hehe

    BalasHapus
    Balasan
    1. Iya, Bang. Semoga aja bisa dilanjut ya project nulis novel ini haha.

      Gunanya, terlebih untuk membantu memperkirakan para calon pembaca untuk durasi yang akan dia habiskan selama membaca ini sih, Bang. Sekaligus biar jadi sugesti juga gitu bahwa baca ini tuh gak butuh waktu yang terlalu lama. Gitu bang :D

      Hapus
  15. Sulitnya sih pasti di riset tempat dan budaya luar untuk ngembangin cerita ya. Kalo udah pernah ke sana sih pasti bisa ngerasain dan lebih dapet. Kalo belum mungkin bisa perdalam risetnya. Kalo masalah riset sih menurutku udah bagus. Nggak ngawur gitu. Berani ambil setting di luar negri itu menurutku keren.

    Awal part ini cuma pengenalan ya. Masih belum dapet konfliknya. Cuma masalah bang Arya ini semoga nanti dibahas. Yang bikin penasaran dari part satu itu sih soalnya. Ehe.

    BalasHapus
    Balasan
    1. Iya, Mas. Paris ini salah satu kota yang mau banget saya kunjungi soalnya. Itukah kenapa saya lebih memilih Paris untuk dijadikan latar yang tepat bagi novel ini. Calon novel deh hehe.

      Sip, ditunggu aja ya, Mas. Semoga project novel ini bisa dilanjutkan lagi :))

      Hapus