Panggung Fenomenal
Durasi Baca: 5 Menit
Kiranya, sekitar satu tahun yang lalu, saya
berdiri pada ruang yang sama. Time flies.
Tidak seorang diri, saya ditemani 11 orang lainnya yang --konon katanya ketika
berhasil masuk tahap itu-- dilabeli dengan sebutan ‘aktivis’. Masih ingat
betul, kali pertama sekaligus urutan pertama dari peserta yang memasuki ruang
itu adalah saya. Begitu masuk, penonton bersorak sorai menyemangati. Hawa dingin,
gugup, senang, penuh dengan menduga-duga, bingung, semuanya bercampur aduk
menemani saya kala itu.
Selepas Uji Publik Calon PM Bakti Nusa 8 Bandung |
Bagaimana tidak? Saya dihadapkan dengan kurang
lebih 100 tatap mata penonton dari beberapa universitas ternama. Belum lagi
mereka yang menyaksikan lewat siaran langsung di media sosial. Yang saya pahami,
tujuan mereka hadir menonton tidak lepas dari dua hal, mendukung temannya di
atas panggung dan menantikan gagasan menarik dari para peserta seleksi Beasiswa
Aktivis Nusantara 8 Bandung.
Hawa yang tadinya dingin, terasa berubah seketika.
Satu dua peserta mulai panas dingin, ada juga yang mulai berkeringat. Sibuk
menyimak, kemudian mencatat. Sesekali mungkin melirik ke pendukungnya. Dan,
marilah sebut saja panggung itu panggung uji publik yang fenomenal. Pertanyaan
yang dilempar selalu tidak terduga. Pertanyaan yang dilontarkan pasti akan
diingat.
Ketika Orasi Publik |
Misalnya saja, satu waktu terlempar pertanyaan,
“Kalian yang di depan ini kan aktivis, para pemimpin, berarti seharusnya dekat
dengan rakyat atau masyarakat juga. Pertanyaannya sederhana, siapa nama Ketua
RT dan RW di rumah/kos tempat kalian tinggal?” Jleb. Itu termasuk salah satu
pertanyaan yang tidak bisa saya jawab –hamdalah sekarang sudah bisa.
Tidak hanya itu, ada lagi “Siapa yang pagi tadi
Shubuh kesiangan?”, atau keluar juga pertanyaan seperti ini, “Siapa yang ingin
menikah di tahun 2020? Keluarga seperti apa yang ingin dibangun nantinya?”.
Terakhir, “Jika harus memilih, siapa menurut kalian yang seharusnya tidak lolos
tahap ini?”. Fix, pertanyaan terakhir
paling mengundang rasa haru. Ya, ini tahun lalu.
Lima hari lalu, lagi-lagi panggung fenomenal ruangan
itu memberikan banyak pelajaran. Atmosfer positifnya masih ada, bahkan
bertambah banyak. Inspirasi hadir. Tawa mewarnai (Karena jawaban-jawaban jenaka
dari peserta dan pertanyaan “Kalau harus saling memilih, siapa yang akan kalian
pilih untuk dijadikan pasangan hidup?”). Serta, haru menjadi pelengkap (Kalau
ini karena pertanyaan, “Siapa sosok inspirasi kalian dan apa yang ingin kalian
ucapkan seandainya ia ada di depan kalian?”).
Selapas Uji Publik Calon PM Bakti Nusa 9 Bandung |
Dari beberapa pertanyaan yang terlontar, sudah
menjadi barang pasti ada pesan yang ingin disampaikan secara tidak langsung oleh
penanya kepada peserta. Tidak lain untuk menjadikan kita lebih menguasai soal manajemen
pengendalian diri, lebih peka terhadap lingkungan sekitar tempat tinggal,
pentingnya perencanaan hidup ke depan, serta peranan apa yang bisa kita lakukan
untuk memajukan agama bangsa dan negara.
Saya sendiri turut bersyukur pernah melalui serta
pada akhirnya menjadi bagian kecil keluarga Bakti Nusa Bandung. Sebab, menjalani
serangkaian prosesnya bukanlah perkara mudah. Bahkan beberapa memutuskan lebih
awal untuk tidak melanjutkan pendaftaran sedari awal. Padahal, banyak sekali
pembelajaran serta hikmah yang bisa dipetik setelah semua tahapan seleksinya
berakhir. Setidaknya, itulah yang saya rasakan.
“Kita tidak pernah benar-benar memilih, tapi oleh-Nya
kita dipilihkan jalan.”
Nah, kalau diberi kesempatan untuk bertanya kepada
para aktivis mahasiswa tersebut, pertanyaan menarik apa yang akan teman-teman
berikan? Boleh banget tulis dikomentar :)
Wah keren juga ya saya baru tahu kalau aktivis ada kompetisi beasiswanya. Menang dan kalah tak jadi masalah yang penting berusaha. Pertanyaan ya hmm kalau diberi kesempatan saya akan bertanya : apa yang akan kalian kontribusi kan pada masa datang jika masih menjadi aktivis?
BalasHapusBukan kompetisi, Bro. Ini rangkaian seleksi hahaha.
HapusMantap, terima kasih rekomendasi pertanyaannya.
Pertanyaan sederhana tapi sering kita abaikan. Pertanyaan terakhir pasti bingung mau dijawab apa. Mau egois atau mengalah~
BalasHapusNah! Ieu pisan. Dilematis memang.
HapusKatanya sih pertanyaan psikologis. Tapi tak tau juga saya. Hehe.
Pertanyaannya keliatan gampang banget tapi jawabannya itu yang gampang2 susah, untung nggak ada yang nanya pertanyaan basi kayak kapan nikah?😅 btw keren kegiatan uji publik kayak gini jadi nambah wawasan juga kan?
BalasHapusTahun lalu ada, Mbak. Hahaha.
HapusBenar sekali, bukan sekadar uji publik tapi di sini para peserta begitu dilihat akan argumentasinya untuk menjadikan agama, bangsa, dan negara yang lebih baik lagi.
Aldi tulis jawaban pertanyaan dari panelis waktu itu dong, aku gak nonton kamu dulu hehe
BalasHapusPanelis ada 3, tapi yang ditujukan untukku hanya dua pertanyaan, Nos.
HapusSiapa yang berniat nikah tahun 2019? *Gak ada yang angkat tangan* Kalau 2020? *Saya dan beberapa peserta lain refleks angkat tangan juga. Terus keluarga yang ingin dibangun dan istri yang seperti apa? *bagian ini disensor wkwkwk*
Terakhir, disuruh milih siapa yang tidak layak lolos tahap ini. Saya memilih saya sendiri dengan dalih, saya percaya tiap orang rezekinya sudah ditentukan. Kalau bukan di Baknus rezekinya, berarti Allah sudah mempersiapkan rezekinya di tempat lain.
Jadi begitu, ehehehe.
Wah, ini mah pasti isinya orang-orang terbaik. Pertanyaan-pertanyaannya sangat berbobot. Pengen dong dibikin postingan tentang pertanyaan yang diajukan dan jawabannya, kali aja berguna suatu saat nanti buat para penerusnya
BalasHapusAamiin. Jadi enak didoain nih.
HapusHahaha semacam kisi-kisi gitu ya. Gak enak ah kalau dikasih kisi-kisi, apalagi kalau gak bisa jawab juga *eh.
Keren mas Awal. Smg selalu istiomah menjadi aktivis
BalasHapus