Part 01: The Power of Forgiveness
Durasi Baca: 5-5 Menit
Tak
terasa, Bulan Ramadan yang berlangsung selama tiga puluh hari ini berlalu
begitu cepat. Begitu terasa cepat karena terlalu banyak amalan-amalan yang
seharusnya bisa maksimal dilakukan dengan baik, namun apadaya jika masih banyak
perbuatan khilaf yang menjadi noda diri. Oleh karena itu, mari fitrahkan diri
kita di hari yang fitri ini.
Setiap
tahunnya, ketika Idul Fitri tiba, tradisi yang sudah kian melekat di banyak
negara adalah saling bersilaturahim dan saling bermaafan. Salah satu negara
yang menjadikan keduanya tradisi adalah bangsa kita sendiri, Indonesia. Ya,
meskipun sebenarnya saling bersilaturahim dan saling bermaafan ini tak melulu
berlangsung ketika lebaran saja, tetapi paling tidak kedua perbuatan baik ini
kita lakukan rutin setiap tahunnya.
Nah,
berkaitan dengan saling memaafkan ini, saya jadi teringat akan sebuah kisah
yang mungkin bisa dijadikan bahan perenungan buat kita semua –termasuk saya
pribadi.
Buah Apel dan
Rasa Benci
Alkisah,
suatu hari di dalam kelas terdapat seorang ibu guru SMP yang sedang mengadakan
permainan bagi murid-muridnya. Ibu guru tersebut meminta agar esok hari para
muridnya membawa sebuah kantong plastik transparan yang berisikan buah apel. Jumlah
berapa banyak buah apel yang harus mereka bawa itu harus disesuaikan dengan
jumlah orang yang dibenci dalam hidupnya. Misal, kalau si A merasa benci dengan
1 orang, berarti ia harus membawa 1 apel dalam kantongnya. Sedangkan si B
merasa benci dengan 2 orang, maka ia harus membawa 2 apel dalam kantongnya.
Begitulah peraturannya dan berlaku untuk kelipatan seterusnya. Dalam kata lain,
murid-murid ini dibebaskan untuk membawa seberapa banyak apel di dalam
kantongnya.
Keesokan
harinya, para murid dengan riang gembira membawa kantong plastik transparan
tersebut yang bersama di dalamnya beberapa buah apel. Cukup bervariasi jumlah
apel yang mereka bawa. Ada yang hanya membawa 1, ada yang membawa 3, ada pula
yang membawa 7, bahkan ada yang membawa 11 apel. Luar biasa! Dalam benak mereka
saat itu, apel-apel tersebut akan mereka makan selayaknya mereka memakan dan
mengoyak orang yang mereka benci. Tetapi realita tak sejalan dengan ekspektasi
mereka. Ternyata, apel-apel tersebut harus mereka bawa kemana pun mereka pergi
selama sepekan lamanya. Bahkan harus mereka bawa ketika hendak ke toilet
sekalipun.
Hari
demi hari silih berganti, apel-apel yang semula segar ketika kali pertama
mereka bawa, sekarang sudah mulai membusuk dan mengeluarkan bau yang tak sedap
tentunya. Dalam perkara ini, murid yang membawa hanya 1 atau 3 apel akan lebih
beruntung daripada mereka yang membawa 7 apel. Satu hal, jangan tanya apa yang
akan terjadi pada murid yang membawa 11 apel, Mungkin dia lebih dari sekadar
lelah hahaha.
Tepat
di hari ke-7, permainan usai. Tentu ada kelegaan tersendiri bagi para murid.
“Jadi,
bagaimana rasanya membawa apel busuk selama kurang lebih satu minggu?” tanya
ibu guru kepada murid-muridnya.
Satu
jawaban dari mereka, tidak nyaman sekali tentunya.
Sang
ibu guru pun tersenyum dan kemudian menjelaskan, “Begitulah kiasannya ketika
seberkas rasa benci selalu kita bawa dalam hidup kita. Semakin dihiraukan
dendam itu dan bersinggah di hati kita, semakin tidak nyaman pula diri kita.
Bahkan dampaknya juga bukan pada orang yang kita benci, melainkan akan
berdampak pada diri kita sendiri. Sungguh, sangat tidak nyaman sekali bukan
ketika setiap hari kita harus membawa apel busuk bernama kebencian?”
Menurut
kalian, pelajaran apa yang bisa diambil dari kisah tersebut? Ya, kisah tersebut
mengajak kita untuk sekuat hati membuang jauh rasa benci lantas memaafkan
orang-orang yang pernah berbuat salah kepada kita, baik secara sengaja atau pun
tidak. Mengapa begitu? Karena dengan kita mengambil sikap untuk tidak mau
memaafkannya maka sejatinya hal tersebutlah yang akan membahayakan kita.
Sebuah
keberuntungan, apel busuk dalam permainan tersebut hanya dibawa selama satu
pekan. Mari kita bayangkan, apa jadinya ketika apel tersebut harus dibawa
murid-murid dalam kurun waktu yang lebih lama? Dua pekan atau sebulan,
misalnya. Barangkali beberapa mereka ada yang pingsan bahkan bisa jadi masuk
rumah sakit. Berlaku pula pada rasa benci, lambat laun ia aka membuat diri kita
merasa tidak nyaman. Apakah kita mau terus-menerus membawa rasa benci dalam
diri kita, bahkan sampai tutup usia nanti?
Sejatinya,
ketika kita memaafkan orang lain sebenarnya kita tidak benar-benar melakukan
hal tersebut untuk diri orang lain, melainkan untuk diri kita sendiri. Beberapa
dari kita mungkin berpikir bahwa ketika telah memaafkan orang yang telah
menyakiti atau berbuat jahat kepada kita, maka kita kalah dari orang tersebut.
Padahal, disanalah letak kemenangan hakiki kita atas egoisme yang bersarang di
hati kita.
Oleh
karena itu, mari saling memaafkan satu sama lain dengan tanpa syarat agar kita
tergolong orang-orang yang ikhlas. Sebab, saya yakin bahwa setiap orang itu
bisa memohon maaf begitu juga memaafkan.
Yuk,
jadikan Idul Fitri ini sebaik-baik momen untuk saling bermaafan satu sama lain!
“Bukanlah syair menggoda yang apik tuk dikaryakan. Bukanlah sebatas kata yang romantis tuk jadi rayuan. Bukan. Biarkan kata ini merembah mesra dari pikiran. Juga palung hati yang berkedalaman. Pada akhirnya, meresap indah pada yang mendapatkan. Waktu begitu cepat terlewatkan. Akhir bulan nan mulia ini sangatlah rugi jika disiakan. Bolehkahku berandai di penghujung ramadhan? Andai terang rembulan dapat kuhentikan. Maka berhentilah cahayanya memancarkan. Hingga tak akan datang esok hari lebaran. Sebelum kata maaf kau perkenankan. Karena itu sisa harapan. Bak air yang tak selalu tampak jernih mengalir, begitu pula tajam ucapku dalam mengatakan. Bak kapas yang tak selalu putih merona, begitu pula prasangka hatiku dalam terka dugaan. Bak lika liku jalan tertampak, begitu pula tingkahku dalam melakukan. Jika maaf bisa kini kau segerakan, untuk apa menunggu esok kau lantunkan? Selamat hari lebaran. Mohon maaf atas segala kesalahan.”
-Awaldi dan Keluarga-
Menurut saya pelajaran yg bisa diambil adalah apel itu harus dimakan supaya g membusuk
BalasHapusSayangkan yg bawa 11
apel
Minal aidin walfaidzin
Jadi initinya kita harus saling ma'ap-ma'apan nih ?
BalasHapusokesip, aku minta ma'ap.
taqobalallahu minna waminkum gan.
yap, memaafkan adalah obat terbaik untuk rasa benci. karena secara tak kita sadari, perasaan kita akan menjadi lega ketika memaafkan seseorang dengan tulus. "dengan tulus" loh ya... kalau nggak tulus mah sama aja :")
BalasHapusSetuju! Ada sebuah rasa kelegaan tersendiri jika sudah memaafkan atau meminta maaf kepada seseorang dengan setulus hati. Trust me, it works. Hahaha.
HapusPerumpamaannya ngena banget. Memang kita harus bisa membuang rasa benci sedikitpun, karena bisa merugikan diri sendiri juga. Selamat Hari Raya Idul Fitri, mohon maaf lahir dan batin Awaldi :)
BalasHapusKomentar ini telah dihapus oleh pengarang.
BalasHapusAnalogi apel dan kebencian keren abis. Kayaknya juga baru sekali ini aku membaca cerita kayak gini. Nice story.. apel dan benci. Ya emang sih kuncinya dimemaafkan, tapi kadang memaafkan itu gampang2 susah. Butuh keiklasan yang sangat besar. Selama gak iklas sih gak bisa memaafkan...hehe
BalasHapusNah, salah satu rasa yang harus diundang juga adalah ikhlas memang, Bang.
HapusTerlebih dalam perihal memaafkan. Toh kalau belum ikhlas mah ya terkesan sama saja belum memaafkan. Sejatinya pun ia masih terus membawa apel busuk bernama kebencian itu. Oleh karena itu, setuju banget jika membutuhkan keikhlasan dalam hal ini.
Bener bgt bang, memaafkan orang adalah cara kita melepas kebencian, apalagi dengan ikhlas.
BalasHapusMinal aidin walfaidin :)
Aku baru tau cerita perihal apel itu ._. dan... bener-bener memberi pencerahan banget mas :' nggak nyaman juga yaa menyimpan kebencian terus-menerus. Apel yang seminggu aja jadi busuk dan nggak sedap, apalagi kebencian yang lama tersimpan dibenak terus menerus :'
BalasHapusiya. semakin membenci orang lain, kita akan semakin membenci diri sendiri pula. huhu. minal aidin yaa. salam kenal.
BalasHapusWah, aku hadi membayangkan dan menghitung orang yang kubenci. Daripada lelah mrmbawa kebencian... seertinya mrmang hatud kulupakan an memaafkan kesalahannya.
BalasHapus:) terima kasih ya kisanya bagus...
Analoginya pas juga ya hehe
BalasHapusTapi Emang gak setiap orang bisa dengan mudah memaafkan, namanya juga pernah disakiti.. butuh kebesaran hati buat bisa memaafkan dengan tulus..
Kisah di atas perlu dibaca juga buat orang2 yang selama ini jadi benci banget sama mantannya.. uhuy~
EHHHH, iya ya. Analoginya nampar. Benci kan awal-awalnya emang enak rasanya. Kalo kelamaan terus menguning, gak enak diliatnya. Tapi kalo gue disuruh bawa apel, nggak bakal bawa kayaknya. Hahaha. Mending dimakan di rumah. :))
BalasHapusMohon maaf lahir dan batin ya~
Maksudnya, apel = benci. Enak rasa di awal.
HapusINdonesia ini unik ya kebiasaannya, setiap tahun selalu pas momen lebaran berbondong-bondong untuk maaf-maafan. bahkan sampai pulang kampung juga.
BalasHapuskisahnya sungguh penuh makna dan pelajaran berharga ya. betapa makin sulitnya kita kalau kita banyak membenci orang jika diibaratkan seperti membawa apel busuk tadi. hmm, jadi mumpung masih momen lebaran ini, lebih baik segera minta maaf ke orang yang kita benci lah yaa.
Analogi yg cerdas dari seorang guru. Keren!
BalasHapusYa, walaupun gak harus menunggu lebaran untuk saling memberi dan meminta maaf tetap saja kebanyakan orang indonesia menjadikan momen lebaran sebagai ajang memberi dan meminta maaf. Bahkan sampai harus mudik untuk sekedar bertemu sanak keluarga. Tradisi yg harus kita lestarikan!
Benar sekali. Benci yang dipendam lama-kelamaan akan meresahkan hati. Dan benci itu tidak ada gunanya sama sekali. Membenci tidak membuat kita tenang, malah sangat meresahkan. Sebaiknya jika kita membenci seseorang, bencilah sewajarnya, lalu secepatnya hilangkan rasa benci tersebut.
BalasHapusMinal aidin walfaidin.
Analoginya keren. Bener juga ya. Udah bawa banyak apel, diikutin sama apel yang makin lama makin membusuk pula.
BalasHapusBenci yaaa pasti adalah, cuma sewajarnya. Kalo sampe disimpan dan dibawa bawa terus gitu ya, bener, nyiksa diri sendiri juga.
Kursi Tamu
BalasHapusKursi Tamu MInimalis
Kursi Makan
Aku juga suka banget,keren atuh
Furniture Rotan Alam
Dining room
Dining chairs
Pusat Souvenir Rotan
Keranjang Rotan
Ayunan Sintetis Murah
kerennnnnn
BalasHapushttps://www.sehataqua.com/